Konsultan Pajak Lukman Tax Center

Konsultan Pajak Lukman Tax Center

Konsultan Pajak Lukman Tax Center
  • Amnesti Pajak
  • Downloads
    • Download E-Faktur
    • Formulir Pajak
  • Tanya Jawab
  • Contact
  • Profile

Angsuran PPh Pasal 25 WP UMKM dan PP 9/2021 Jadi Topik Terpopuler

Share Button

JAKARTA, DDTCNews – Wajib pajak UMKM berbentuk perseroan terbatas yang baru memakai tarif umum pada tahun ini dan dirilisnya Peraturan Pemerintah No. 9/2021 menjadi berita pajak paling populer sepanjang pekan ini, 22-26 Februari 2021.

Angsuran PPh Pasal 25 bagi wajib pajak UMKM berbentuk PT yang mulai menggunakan tarif umum pada 2021 ditetapkan nihil untuk tahun pertama sehingga tidak diwajibkan untuk melaporkan SPT Masa PPh Pasal 25 sebagaimana diatur dalam PMK 9/2018.

Untuk diketahui, 2020 merupakan tahun terakhir penerapan PPh final bagi wajib pajak UMKM berbentuk PT yang terdaftar sebagai wajib pajak PP 23/2018 sejak 2018. Simak, WP Badan PP 23 Gunakan Tarif PPh Umum Mulai Tahun Depan, Ini Kata DJP.

Merujuk pada Pasal 10 PMK 215/2018, angsuran PPh Pasal 25 untuk wajib pajak baru selain yang disebutkan dalam Pasal 8 dan Pasal 9, ditetapkan nihil pada tahun berjalan. Ada beberapa wajib pajak baru dalam Pasal 8 dan Pasal 9 PMK 215/2018.

“Angsuran pajak penghasilan Pasal 25 untuk wajib pajak baru selain wajib pajak baru sebagaimana dimaksud dalam pasal 8 dan pasal 9 pada tahun pajak berjalan ditetapkan nihil,” bunyi Pasal 10 PMK 215/2018.

Berita pajak terpopuler lainnya adalah diterbitkannya Peraturan Pemerintah (PP) No. 9/2021 tentang perlakuan perpajakan untuk mendukung kemudahan berusaha. Adapun PP ini merupakan salah satu aturan pelaksana dari UU Cipta Kerja.

Dalam PP 9/2021 tersebut, terdapat sejumlah ketentuan pajak terbaru. Misal, adanya ketentuan baru soal pencantuman nomor induk kependudukan (NIK) pada faktur pajak. NIK yang dicantumkan pada faktur pajak memiliki kedudukan yang setara dengan NPWP.

Selain itu, PP 9/2021 juga menyebutkan pengecualian dividen dari objek PPh berlaku sejak UU Cipta Kerja diundangkan, yakni 2 November 2020. Pengecualian itu berlaku untuk dividen atau penghasilan lain yang diterima atau diperoleh wajib pajak orang pribadi dalam negeri.

Dividen yang dikecualikan merupakan dividen yang dibagikan berdasarkan rapat umum pemegang saham atau dividen interim sesuai dengan ketentuan perundang-undangan. Rapat umum pemegang saham itu termasuk rapat sejenis dan mekanisme pembagian dividen sejenis.

Sementara itu, penghasilan lain merupakan penghasilan setelah pajak dari suatu bentuk usaha tetap (BUT) di luar negeri dan penghasilan aktif dari luar negeri tidak melalui BUT. Berikut berita pajak pilihan lainnya sepanjang pekan ini, 22-26 Februari 2021:

DJP Sudah Kirim Imbauan ke Email 7,3 Juta Wajib Pajak, Anda Dapat?
Ditjen Pajak (DJP) mengirimkan email blast kepada jutaan wajib pajak. Email itu berisi imbauan untuk segera menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan tahun pajak 2020.

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Humas DJP Neilmaldrin Noor mengatakan sampai dengan pagi ini, Rabu (24/2/2021), kantor pusat DJP sudah mengirim email blast imbauan pelaporan SPT Tahunan kepada 7,3 juta wajib pajak.

Pesan utama yang dikirimkan melalui email adalah agar wajib pajak tidak menunda pembayaran pajak dan penyampaian SPT Tahunan. Penyampaian SPT Tahunan yang lebih awal dan dilakukan melalui saluran elektronik akan memberikan kenyamanan bagi wajib pajak.

Mau Konsultasi Soal SPT Tahunan ke Kantor Pajak? Ambil Tiket di Sini
DJP menambahkan menu layanan baru pada aplikasi Kunjung Pajak. Bagi yang memiliki keperluan untuk berkunjung ke kantor pajak wajib mengambil nomor antrean melalui aplikasi Kunjung Pajak pada laman http://kunjung.pajak.go.id.

Menu layanan baru yang ditambahkan adalah pengambilan tiket antrean layanan konsultasi khusus terkait dengan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan. Menu Konsultasi SPT Tahunan sudah dapat diakses wajib pajak mulai 15 Februari 2021.

Kring Pajak DJP Terapkan Penyesuaian Layanan, Sudah Tahu?
Contact Center DJP, Kring Pajak, melakukan penyesuaian layanan selama masa pandemi Covid-19. Waktu layanan telepon 1500200 dan live chat pada laman http://pajak.go.id adalah Senin hingga Jumat pada pukul 08.00—16.00 WIB.

Jika terkendala dalam mengakses layanan tersebut, wajib pajak dapat menggunakan alternatif layanan informasi lainnya. Layanan alternatif melalui email dan Twitter tersebut bisa diakses kapanpun dan di manapun.

Kring Pajak mengatakan tweet, direct message (DM), dan email yang masuk akan dibalas sesuai dengan antrean pada hari kerja berikutnya.

PP Baru! UMKM Bisa Dapat Insentif PBB-P2 dan BPHTB
Guna mendorong bisnis usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM), pemerintah daerah dapat memberikan insentif pajak yang meliputi PBB-P2 dan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB).

Berdasarkan Pasal 124 ayat (4) Peraturan Pemerintah No. 7/2021, keringanan pajak dan retribusi daerah yang dapat diberikan kepada UMK mencakup pengurangan, keringanan, hingga pembebasan pajak dan retribusi daerah.

Terdapat sejumlah kriteria yang harus dipenuhi oleh UMKM agar bisa mendapatkan insentif pajak dan retribusi daerah. Pertama, merupakan usaha yang baru berproduksi atau beroperasi. Kedua, peredaran usaha yang dimiliki paling banyak Rp7,5 miliar per tahun.

Ketiga, melakukan usaha pada sektor tertentu seperti pertanian, perkebunan, peternakan, industri, jasa, transportasi, akomodasi, dan rumah makan. Keempat, mengikuti pengadaan barang/jasa pemerintah yang diselenggarakan secara elektronik.

Ini Sanksi dari Menkeu Bila Pemda Tak Lakukan Penyesuaian Tarif Pajak
Kementerian Keuangan memiliki beberapa peran dalam pelaksanaan kewenangan pemerintah pusat menyesuaikan kebijakan fiskal daerah sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) No. 10/2021.

PP 10/2021 menjabarkan lima kewenangan utama Kemenkeu dalam penyesuaian tarif pajak dan retribusi daerah. Salah satu kewenangan menteri keuangan dalam PP tersebut adalah pengenaan sanksi administrasi kepada pemda.

Mula-mula, menteri keuangan dapat memberikan teguran tertulis kepada pemda yang tidak mematuhi hasil evaluasi dan pengawasan perda mengenai pajak dan retribusi daerah. Bila tidak menindaklanjuti teguran tertulis tersebut, daerah bisa dikenakan sanksi administrasi.

Skema pemberian sanksi administrasi dibagi dalam dua jenis antara lain penundaan penyaluran Dana Alokasi Umum (DAU) atau dana bagi hasil PPh sebesar 10% dan penundaan sebesar 15% dari jumlah penyaluran pada bulan atau periode berikutnya.

DJP Susun Aturan Administrasi Pajak Fintech, Termasuk Pinjaman Online
Ditjen Pajak (DJP) tengah menyusun regulasi terkait dengan administrasi perpajakan untuk pelaku usaha bidang financial technology (Fintech), khususnya peer-to-peer lending (P2P) atau pinjaman online.

Kasubdit PPN Perdagangan, Jasa & Pajak Tidak Langsung Lainnya DJP Bonarsius Sipayung mengatakan kebijakan untuk bisnis Fintech fokus pada penataan administrasi perpajakan, khususnya pajak pertambahan nilai (PPN) dan pajak penghasilan (PPh).

Menurutnya, rencana kebijakan yang tengah disusun akan berlaku untuk semua pihak yang terjun dalam bisnis Fintech, mulai dari penyedia platform, pemberi pinjaman (borrower), hingga peminjam (lender). (Bsi)

1 Maret 2021 Robertus Ballarminus Leave a comment

Sah! Pemerintah perpanjang insentif pajak hingga 30 Juni 2021, ini daftar lengkapnya

Share Button

KONTAN.CO.ID -JAKARTA. Ini kabar baik dari pemerintah. Pemerintah memperpanjang insentif pajak bagi wajib pajak yang terdampak corona atau covid-19 hingga 30 Juni 2021.

Ini menyusul terbitnya terbitnya Peraturan Menteri Keuangan Nomor 9/PMK.03/2021 tentang Insentif Pajak untuk Wajib Pajak Terdampak Pandemi Corona Virus Disease 2019.

“Mulai 2 Februari 2021 Pemerintah memberikan perpanjangan insentif pajak untuk membantu wajib pajak menghadapi situasi pandemi sampai dengan 30 Juni 2021,” ujar Menteri Keuangan Sri Mulyani, dalam akun Instagramnya (7/2)

Adapun dasar pertimbangannya, pandemi Covid-19 masih meluas dan membuat dunia usaha dalam kondisi rentan. Kata Ani panggilan karib Menkeu,  pemerintah memahami hal ini dan tidak ingin dunia usaha berjuang sendiri mempertahankan usahanya.

Oleh karena itu, tahun 2021, pemerintah menyiapkan alokasi anggaran untuk program PEN sebesar Rp 627,96 triliun. Angka ini  naik 8,3% dari realisasi PEN 2020 sebesar Rp 579,7 triliun.

“Selain untuk belanja pemerintah di bidang kesehatan, program perlindungan sosial, serta dukungan terhadap UMKM dan korporasi, Pemerintah juga kembali memberikan insentif perpajakan hingga Rp 47,3 triliun,” tulis Menkeu dalam instagram.

 Menkeu menyebut, pandemi ini telah menghantam seluruh sendi kehidupan masyarakat.  Kata dia, kesehatan dan ekonomi harus berjalan beriringan. Karena itu, APBN atau kebijakan fiskal terus diarahkan untuk melindungi rakyat dan mendukung aktivitas perekonomian agar Indonesia bisa segera pulih dari krisis akibat corona Covid-19.

Berikut daftar insentif usaha yang diperpanjang hingga 30 Juni 2021:

1. PPh pasal 21

PPh Pasal 21 Karyawan yang bekerja pada perusahaan yang bergerak di salah satu dari 1.189 bidang usaha tertentu, perusahaan yang mendapatkan fasilitas Kemudahan Impor Tujuan Ekspor (KITE), dan pada perusahaan di kawasan berikat dapat memperoleh insentif pajak penghasilan (PPh) pasal 21 ditanggung pemerintah.

Fasilitas ini diberikan kepada karyawan yang memiliki NPWP dan penghasilan bruto yang bersifat tetap dan teratur yang disetahunkan tidak lebih dari Rp 200 juta.

Karyawan tersebut akan mendapatkan penghasilan tambahan dalam bentuk pajak yang tidak dipotong karena atas kewajiban pajaknya ditanggung oleh pemerintah.

Apabila perusahaan memiliki cabang, maka pemberitahuan pemanfaatan insentif PPh pasal 21 cukup disampaikan oleh pusat dan berlaku untuk semua cabang.

2. Pajak UMKM

Fasilitas pajak ini diberikan kepaa pelaku UMKM dengan tarif final tarif 0,5 persen sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 23 tahun 2018. Tarifnya pun ditanggung pemerintah.

Dengan begitu,  wajib pajak UMKM tidak perlu melakukan setoran pajak.

Pemotong atau pemungut pajak juga tidak perlu melakukan pemotongan atau pemungutan pajak pada saat melakukan pembayaran kepada pelaku UMKM.

Bagi  pelaku UMKM yang ingin memanfaatkan fasilitas ini cukup menyampaikan laporan realisasi setiap bulan melalui laman www.pajak.go.id.

3. PPh pasal 22 Impor

Fasilitas PPh pasal 22 Impor diberikan kepada wajib pajak yang bergerak di salah satu dari 730 bidang usaha tertentu perusahaan KITE, dan perusahaan di kawasan berikat. 

Jumlah ini bertambah dari sebelumnya hanya 721 bidang industri dan perusahaan KITE. Penerima insentif ini juga wajib menyampaikan laporan realisasi pembebasan PPh Pasal 22 impor setiap bulannya.

4. Insentif Angsuran PPh Pasal 25

Fasilitas ini diberikan kepada eajib pajak yang bergerak di salah satu dari 1.018 bidang usaha tertentu, perusahaan KITE, atau perusahaan di kawasan berikat mendapat pengurangan angsuran PPh pasal 25 sebesar 50 persen dari angsuran yang seharusnya terutang.

Asal tahu saja, sebelumnya fasilitas hanya untuk 1.013 bidang industri dan perisahaan KITE. Penerima insentif ini juga wajib menyampaikan laporan realisasi pengurangan angsuran PPh Pasal 25 setiap bulannya.

5. Insentif PPN

Adapun  insentif atas pajak pertambahan nilai atau PPN diberikan kepada pengusaha kena pajak (PKP) berisiko rendah yang bergerak di salah satu dari 725 bidang usaha tertentu, perusahaan KITE, dan perusahaan di kawasan berikat mendapat insentif restitusi dipercepat hingga jumlah lebih bayar paling banyak Rp 5 miliar.

Asal tahu saja, insentif ini sebelumnya hanya berlaku untuk 716 bidang usaha dan perusahaan KITE. Artinya, ada lebih banyak pebisnis yang mendapatkan fasiitas ini.

PPh final  atas jasa konstruksi diberikan kepada wajib pajak yang menerima penghasilan dari usaha jasa konstruksi dalam Program Percepatan Peningkatan Tata Guna Air Irigasi (P3-TGAI).  PPh final jasa konstruksi  akan ditanggung pemerintah.

Kata Sri Mulyani, insentif iniuntuk mendukung peningkatan penyediaan air (irigasi) sebagai proyek padat karya yang merupakan kebutuhan penting bagi sektor pertanian kita.

15 Februari 2021 Robertus Ballarminus Leave a comment

Ditjen Pajak bidik potensi penerimaan dari empat sektor ini, simak daftarnya

Share Button

KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Pemerintah menargetkan penerimaan pajak tahun ini sebesar Rp 1.229,6 triliun. Untuk bisa mengumpulkan nominal pajak tersebut, Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak bakal membidik penerimaan dari empat sektor yang mempunyai potensi penerimaan besar.

Direktur Pelayanan, Penyuluhan, dan Hubungan Masyarakat Ditjen Pajak Kementerian Keuangan Hestu Yoga Saksama menyampaikan empat sektor yang dimaksud antara lain jasa keuangan, batubara, industri hasil tembakau, dan perdagangan non-otomotif. 

Ia bilang keempat sektor ini merupakan kontributor terbesar penerimaan pajak pada tahun-tahun sebelumnya yakni mencapai 67% dari total realisasi.

Oleh karena itu, Ditjen Pajak akan menggali potensi keempat sektor tersebut, sering dengan pemulihan ekonomi di tahun ini. 

Yoga menyampaikan, empat sektor itu merupakan bidang usaha yang pemulihannya bergerak menengah.

“Menengah itu tidak lambat tidak cepat tetapi itu penyumbang penerimaan pajak yang terbesar yang sangat dominan, 67% dari penerimaan kita. Nah ini harus kita hitung benar-benar karena pergerakan pemulihan masing-masing sektor akan menentukan ke penerimaan pajaknya, ini yang perlu kami cermati terus menurus,” kata Yoga dalam acara Economic and Taxation Outlook 2021, Kamis (4/2).

Yoga menambahkan, ada dua klasifikasi potensi penerimaan pajak lainnya. Pertama, sektor yang pulih paling cepat yakni informasi dan teknologi, makanan dan minuman, serta jasa kesehatan. 

Kedua, sektor yang paling lama pulih antara lain angkutan udara, real estate, dan otomotif.

“Tantangan penerimaan pajak harus melihat bagaimana menumbuhkan 14% pada banyak sektor di 2021 yang tingkat pemulihannya tidak seragam,” kata Yoga.

Di sisi lain, Yoga menyampaikan penerimaan pajak sektor usaha diharapkan mampu sejalan dengan proyeksi pertumbuhan ekonomi 2021 sebesar 5%. 

Meskipun, Yoga tidak memungkiri laju ekonomi tahun ini masih bersifat dinamis seiring dengan penangan virus corona. Alhasil, kondisi ekonomi akan menjadi patokan penerimaan pajak. 

Sebagai catatan, realisasi penerimaan pajak 2020 sebesar Rp 1.070 triliun, atau hanya mencapai 89,3% dari proyeksi tahun lalu sebesar Rp 1.198,8 triliun. Artinya, target penerimaan pajak 2021, naik 14,9% dari pencapaian 2020.

5 Februari 2021 Robertus Ballarminus Leave a comment

Simak 5 hal yang perlu diketahui soal pajak pulsa, kartu perdana, dan token listrik

Share Button

KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Berlaku mulai hari ini, Senin (1/2/2021), Pemerintah memberlakukan pembaruan pemungutan pajak terhadap pulsa, kartu perdana, token listrik, dan voucer. 

Perbincangan soal pembaruan pungutan pajak pulsa hingga token listrik ini ramai dibahas publik. Ada sejumlah anggapan yang dianggap tidak tepat.

Kementerian Keuangan (Kemenkeu) pun memberi klarifikasi dan penjelasan mengenai pembaruan pungutan pajak ini. 

Juru Bicara Kemenkeu Rahayu Puspasari, saat dikonfirmasi Kompas.com, Sabtu (30/1/2021), menegaskan, tidak ada jenis ataupun obyek pajak baru dalam aturan tersebut. 

Berikut sejumlah hal yang perlu diketahui dan dipahami soal pajak pulsa, kartu perdana, token listrik, dan voucer: 

1. Tidak berpengaruh pada harga 

Muncul kekhawatiran bahwa pembaruan pajak ini akan menyebabkan kenaikan harga. Seperti diberitakan Kompas.com, Sabtu (30/1/2021), Menteri Keuangan Sri Mulyani menjelaskan, ketentuan baru ini tidak berpengaruh terhadap harga pajak pulsa, kartu perdana, token listrik, dan voucer. 

Pungutan pajak ini diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 6/PMK.03/2021. 

“Ketentuan tersebut TIDAK BERPENGARUH TERHADAP HARGA PULSA /KARTU PERDANA, TOKEN LISTRIK DAN VOUCER,” kata Sri Mulyani, dikutip dari akun Instagram-nya, @smindrawati, Sabtu (30/1/2021). 

2. Bertujuan pangkas mekanisme 

Pembaruan pajak pulsa, kartu perdana, token, dan voucer bertujuan untuk menyederhanakan pemungutan Pajak Pertambahan Nilai (PPn) dan Pajak Penghasilan (PPh). 

Aturan mengenai PPN dan PPh sebelumnya diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 dan 8 Tahun 1983. Adapun perubahan terakhir diatur melalui Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. 

Khusus untuk pulsa, kartu perdana, token, dan voucer, pembaruan diberlakukan guna memangkas mekanisme perpajakan.  

3. Pengecer tidak dikenai PPN 

Menurut Kemenkeu, dalam praktiknya, distributor kecil dan pengecer mengalami kesulitan melaksanakan mekanisme PPN. Hal ini menyebabkan ada persoalan dalam memenuhi kewajiban perpajakan. 

Dalam aturan sebelumnya, PPN dipungut dari setiap rantai distribusi penjualan pulsa dan kartu perdana, mulai dari operator telekomunikasi, distributor utama (tingkat 1), server (tingkat 2), distributor besar (tingkat 3), distributor seterusnya, sampai dengan pedagang eceran. 

Dalam pembaruan aturan ini, pemungutan PPN hanya sampai distributor tingkat 2 (server). Oleh karena itu, distributor kecil dan pengecer tidak perlu dipungut PPN dari pulsa dan kartu perdana lagi. 

4. Soal selisih harga token listrik 

Pada aturan sebelumnya, PPN dikenakan atas seluruh nilai token listrik yang dijual oleh agen. Aturan semacam ini menimbulkan kesalahpahaman atas jasa penjualan terutang PPN. Di aturan yang baru, PPN untuk token listrik dikenakan berupa komisi atau selisih harga yang diterima penjual, bukan atas nilai token listriknya. 

Adapun dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 6/2021 Pasal 2 menyebutkan, token adalah listrik yang termasuk barang kena pajak yang bersifat strategis sesuai dengan ketentuan pada bidang perpajakan. 

5. Soal selisih harga voucer 

Komisi dan selisih harga juga berlaku untuk pajak voucer. “Di dalam aturan yang baru, PPN hanya dikenakan atas jasa penjualan atau pemasaran berupa komisi atau selisih harga yang diperoleh agen penjual, bukan atas nilai voucer,” kata Rahayu. 

Jadi, PPN hanya dikenakan atas jasa penjualan/pemasaran agen penjual voucer berupa komisi atau selisih harga. Sementara itu, PPh Pasal 23 mengatur mengenai pajak atas jasa penjualan/pembayaran agen token listrik dan voucer. Pungutan itu merupakan pajak di muka bagi distributor/agen yang dapat dikreditkan (dikurangkan) dalam SPT tahunannya.

1 Februari 2021 Robertus Ballarminus Leave a comment

Faktur Pajak Bagi Pelanggan yang Tanpa NPWP

Share Button

KONTAN.CO.ID –

PERTANYAAN:

Perusahaan saya sudah PKP bergerak di bidang perdagangan alat listrik. Sebagian besar pelanggan kami belum PKP dan ada juga malah yang tidak mempunyai NPWP. Saya mendapatkan informasi bahwa setiap transaksi penjualan kepada customer wajib mengisi NPWP atau NIK. Yang saya tanyakan adalah:

1. Apakah perusahaan kami tetap bisa menerbitkan e-faktur untuk customer tetapi mereka meminta untuk tidak dicantumkan NPWP nya dengan kata lain NPWP 00000000?

2. Untuk pembeli yang tidak punya NPWP, apakah wajib meminta KTP untuk dicantumkan NIK di e-faktur?

3. Apakah sanksinya sebesar 2% dari DPP bagi penjual yang tidak mengisi identitas pembeli atau NPWP Pembeli di faktur pajak?

Enrico,Jakarta

JAWABAN:

TERIMAKASIH. Menjawab pertanyaan, kita dapat merujuk pada ketentuan Pasal 112 UU No.11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja yang mengubah serta memberi kepastian terkait identitas pada Pasal 13 ayat (5) UU PPN, menjelaskan bahwa keterangan yang wajib dicantumkan dalam faktur pajak Wajib Pajak terhitung sejak 2 November 2020.

PPKP yang melakukan transaksi penyerahan barang kena pajak dan/atau jasa kena pajak wajib membuat faktur pajak dengan mengisi identitas pembeli, berupa NPWP atau NIK atau nomor paspor bagi subjek pajak luar negeri. Keterangan yang wajib dicantumkan dalam faktur pajak:

a. nama, alamat, dan NPWP yang menyerahkan barang atau jasa kena pajak;

b. identitas pembeli barang atau jasa kena pajak yang meliputi:

1. nama, alamat, dan NPWP atau nomor induk kependudukan atau nomor paspor bagi subjek pajak luar negeri orang pribadi; atau

2. nama dan alamat, dalam hal pembeli barang atau penerima jasa kena pajak merupakan subjek pajak luar negeri badan atau bukan merupakan subjek pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 UU PPh;

c. jenis barang atau jasa, jumlah Harga Jual atau Penggantian, dan potongan harga;

d. Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut;

e. Pajak Penjualan atas Barang Mewah;

f. kode, nomor seri, dan tanggal faktur;

g. nama dan tanda tangan yang berhak menandatangani Faktur Pajak.

Pasal 113 UU Cipta Kerja yang mengubah Pasal 14 ayat (1) huruf e UU KUP (UU Nomor 28 Tahun 2007), menegaskan bahwa Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan Surat Tagihan Pajak bila pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai PKP tidak mengisi Faktur Pajak secara lengkap, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (5) dan ayat (6) UU PPN 1984 dan perubahannya, selain identitas pembeli barang atau penerima jasa kena pajak serta nama dan tanda tangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (5) huruf b dan huruf g UU PPN 1984 dan perubahannya dalam hal penyerahan dilakukan oleh Pengusaha Kena Pajak pedagang eceran.

Sanksi administrasi terhadap pengusaha atau PKP, selain wajib menyetor pajak yang terutang, dikenai denda sebesar 1% (satu persen) dari Dasar Pengenaan Pajak.

Terminologi PKP Pedagang Eceran adalah PKP yang dalam kegiatannya melakukan penyerahan barang kena pajak dengan cara:

a. melalui tempat penjualan eceran seperti toko atau mendatangi konsumen akhir;

b. dengan cara penjualan eceran yang dilakukan langsung kepada konsumen akhir, tanpa didahului dengan penawaran, pemesanan tertulis, kontrak, atau lelang; dan

c. pada umumnya transaksi dilakukan secara tunai dan penjual langsung menyerahkan Barang Kena Pajak.

Dapat disimpulkan, selain PKP Pedagang eceran wajib menerbitkan faktur pajak dan mengisi keterangan sesuai ketentuan di atas. Adapun sanksi bagi penjual yang menerbitkan faktur pajak dengan tak mengisi identitas pembeli dikenakan sanksi 1% dari Dasar Pengenaan Pajak (DPP).

7 Januari 2021 Robertus Ballarminus Leave a comment

Meterai Rp 10.000 belum siap diedarkan, ini penjelasan Ditjen Pajak

Share Button

KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Meterai tempel baru seharga Rp 10.000 seharusnya sudah diedarkan per 1 Januari 2021. Sebab, berdasarkan Undang-Undang (UU) Nomor 10 Tahun 2020 tentang Bea Meterai, tarif bea meterai baru itu mulai berlaku di awal tahun ini.

Bahkan, selaku pengusung UU, pemerintah pun belum bisa memastikan kapan masyarakat bisa menggunakan meterai Rp 10.000. Direktorat Pelayanan, Penyuluhan, dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Hestu Yoga Saksama mengatakan, sepertinya butuh waktu lebih untuk pencetakan dan distribusinya ke seluruh Indonesia.

Menurutnya, terpenting bagi masyarakat tetap dapat melakukan pemeteraian terhadap dokumen dengan meterai yang saat ini ada. Artinya, masyarakat masih bisa menggunakan tarif bea meterai lama yakni Rp 6.000 dan Rp 3.000 dengan ketentuan paling sedikit Rp 9.000 sampai dengan 31 Desember 2021.

Adapun tata cara menggunakan meterai lama yakni dengan membubuhkan pada dokumen melalui tiga skema. Pertama, dua lembar meterai Rp 6.000. Kedua, satu lembar meterai Rp 6.000 dan satu lembar meterai Rp 3.000. Ketiga, tiga lembar meterai Rp 3.000.

Yoga mengatakan, pemerintah memastikan ketersediaan meterai lama di masyarakat. “Termasuk PT Pos juga masih menjual meterai Rp 6.000 dan Rp 3.000 saat ini. Sekalian juga menghabiskan stok yang ada di masyarakat, jangan sampai kedaluarsa tidak terpakai setelah akhir tahun 2021 ini,” kata Yoga kepada Kontan.co.id, Senin (4/1).

Sementara itu, ketentuan bea meterai dalam UU 10/2020 juga mengatur meterai elektronik untuk dokumen digital. Sama halnya dengan meterai tempel, Yoga bilang, pengenaan bea meterai atas dokumen elektronik belum bisa dipastikan.

Sebab, otoritas masih menyiapkan Peraturan Pemerintah (PP) dan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) sebagai aturan pelaksana meterai elektronik UU 10/2020.

“Memang sedang kami siapkan PP dan PMK, serta infrastrukturnya seperti sistem, aplikasi, dan distribusinya. Itu akan efektif kalau sudah siap semua,” kata Yoga.

Di sisi lain, pemberlakuan bea meterai Rp 10.000 salah satunya bertujuan sebagai penerimaan negara. Hal ini tercermin dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2021 pada pos penerimaan pajak lainnya.

Sebelumnya, Direktur Jenderal (Ditjen) Pajak Kemenkeu Suryo Utomo mengidentifikasi bahwa penerimaan bea meterai pada 2021 setidaknya bisa tembus Rp 4,4 triliun. Sebab, pada pos pajak lainnya mengalami peningkatan hingga Perpres 113/2021 terkait postur APBN 2021 terbit.

“Besarannya tergambar dari jenis pajak lain karena grouping kami ada di sana. Jadi, kami grouping di sana angkanya Rp 12,4 triliun pada 2021 dari Rp 7,7 triliun,” ujar Suryo beberapa waktu lalu.

7 Januari 2021 Robertus Ballarminus Leave a comment

Pemprov DKI Jakarta beri keringanan pajak, apa saja?

Share Button

KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta telah menerbitkan Peraturan Gubernur Nomor 115 Tahun 2020 tentang Pemberian Keringanan Pokok Pajak dan Penghapusan Sanksi Administrasi Tahun Pajak 2020. Beleid ini disahkan Gubernur DKI Jakarta pada 11 Desember 2020.

“Kebijakan ini diterbitkan sebagai stimulus dari Pemerintah Provinsi DKI Jakarta untuk membantu para pelaku usaha di wilayah DKI Jakarta dalam menghadapi kondisi resesi ekonomi akibat dari pandemi Covid-19,” kata Humas Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) DKI Jakarta, Herlina Ayu dalam keterangan tertulisnya, Jumat (18/12).

Kebijakan relaksasi pajak daerah tersebut meliputi :

1. Pemberian Keringanan Pokok Pajak diberikan untuk :

a. Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2), dengan ketentuan :

– Diberikan keringanan sebesar 20% dari pokok pajak

– Tidak memiliki tunggakan pajak tahun-tahun sebelumnya

– Harus mendaftarkan identitas objek pajaknya ke dalam sistem SPPT PBB-P2 elektronik (e-SPPT) di laman https://pajakonline.jakarta.go.id/esppt

b. Pajak Kendaraan Bermotor (PKB), dengan ketentuan :

– Diberikan keringanan sebesar 50% dari pokok pajak untuk kendaraan bermotor umum yang digunakan untuk angkutan orang

– Tidak memiliki tunggakan pajak tahun-tahun sebelumnya


2. Penghapusan Sanksi Administrasi diberikan untuk :

a. Keterlambatan pembayaran Setoran Masa Pajak tahun 2020 untuk Pajak Hotel, Pajak Restoran, Pajak Parkir, dan Pajak Hiburan.

b. Keterlambatan pembayaran Pajak Reklame atas ketetapan yang diterbitkan tahun 2020.

c. Keterlambatan pembayaran PBB-P2 dan PKB objek kendaraan bermotor umum yang digunakan untuk angkutan orang, diberikan penghapusan untuk seluruh tahun pajak.

3. Kebijakan diberikan secara otomatis tanpa permohonan dari wajib pajak.

4. Kebijakan diberikan kepada wajib pajak yang melakukan pelunasan pembayaran pajak daerah sampai dengan tanggal 30 Desember 2020.

Herlina menyebut, kebijakan relaksasi keringanan pokok pajak dan penghapusan sanksi administrasi ini berlaku sejak tanggal 14 Desember 2020. Dengan telah terbitnya kebijakan relaksasi pajak daerah ini, Pemprov DKI Jakarta berharap dapat membantu para pelaku usaha, mencegah pemutusan hubungan kerja dan penutupan usaha, serta mempertahankan ketersediaan lapangan kerja bagi masyarakat.

“Rencananya kebijakan relaksasi ini akan dievaluasi di akhir tahun ini apakah akan dilanjutkan atau tidak dengan memperhatikan kondisi resesi ekonomi negara Indonesia,” tutur Herlina.

30 Desember 2020 Robertus Ballarminus Leave a comment

Karena ini, langkah Kantor Pelayanan Pajak menagih pajak semakin mudah

Share Button

KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Langkah Kantor Pelayanan Pajak (KPP) melakukan penagihan pajak kepada wajib pajak kian mudah. Sebab, KPP bisa melakukan tindakan penyitaan dibantu oleh Kepala Kantor Wilayah (Kanwil) atau Direktur Pemeriksaan dan Penagihan Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak.

Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 189/PMK.03/2020 tentang Tata Cara Pelaksanaan Penagihan Pajak atas Jumlah Pajak yang Masih Harus Dibayar. Beleid ini berlaku per tanggal 27 November 2020 baik dalam upaya penagihan pajak kepada wajib pajak orang pribadi maupun wajib pajak badan.

Salah satu pertimbangan diterbitkannya beleid ini adalah untuk meningkatkan kemudahan, keseragaman pelaksanaan tindakan penagihan pajak. Sehingga diperlukan penyederhanaan administrasi tindakan penagihan pajak oleh Ditjen Pajak.

Direktur Pelayanan, Penyuluhan, dan Hubungan Masyarakat Ditjen Pajak Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Hestu Yoga Saksama mengatakan untuk membantu tugas Kepala KPP, beleid tersebut mengatur Kepala Kanwil dan Kantor Pajak Pusat untuk menunjuk juru sita. Tujuannya, untuk mendukung pelaksanaan tugas juru sita KPP.

“Terutama kalau objek sitanya berada di luar wilayah KPP yang bersangkutan,” kata Hestu kepada Kontan.co.id, Jumat (11/12). Ia menegaskan PMK 189/2020 pada dasarnya membantu meningkatkan efektivitas dan efisiensi saja.

Adapun alur pelaksanaan penagihan pajak antara lain, telebih dahulu KPP akan menerbitkan surat teguran atau surat peringatan sebagai upaya agar wajib pajak melunasi utang pajaknya.

Jika 21 hari setelah jatuh tempo wajib pajak bersangkutan tidak menggubris, maka diterbitkan surat paksa yang merupakan surat perintah membayar utang pajak dan biaya penagihan pajak.

Utang pajak yang dimaksud bisa meliputi pajak penghasilan (PPh), pajak pertambahan nilai (PPN) barang dan jasa, pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM), pajak penjualan, bea meterai, serta pajak bumi dan bangunan (PBB) yang meliputi sektor perkebunan, perhutanan, pertambangan, dan sektor lainnya.

Sementara biaya penagihan adalah biaya pelaksanaan surat paksa, surat perintah melaksanakan penyitaan, pengumuman lelang, pembatalan lelang, jasa penilai, dan biaya lainnya sehubungan dengan penagihan pajak.

Selantjutnya, KPP akan mengirim surat sita yang diterbitkan dalam waktu dua kali 24 jam sejak diterbitkannya surat paksa, bila penanggung pajak belum membayarkan pajaknya.

Upaya terakhir, bila kewajiban wajib pajak belum ditentukan dalam waktu 14 hari setelah diterbitkannya pengumuman lelang atau penanggung pajak tidak melunasi utang pajaknya maka akan dilakukan lelang atas barang sitaan.

Kendati demikian, penagihan pajak dikatakan daluarsa jika telah melampaui batas waktu penagihan, yaitu lima tahun terhitung sejak penerbitan dasar penagihan pajak. Apabila penagihan pajak daluarsa, maka penagihan pajak tidak bisa lagi dilaksanakan karena hak untuk penagihan atas utang pajak tersebut sudah dianggap gugur.

“Tahapan tindakan penagihan harus dilakukan secara berurutan. Jadi tidak bisa langsung melakukan gijzeling tanpa tahapan-tahapan sebelumnya,” kata Hestu.

Hestu menambahkan, beleid ini juga mempertegas untuk kriteria penanggung pajak ditetapkan secara rinci. Dalam hal wajib pajak badan, tidak seluruh pengurus dapat diperlakukan sebagai penanggung pajak perusahaan.

Kata Hestu, PMK 189/2020 mengatur keharusan untuk melakukan tindakan penagihan kepada pemanggung pajak secara berurutan atau hierarkis, serta proprosional sesuai tanggung jawab masing-masing penanggung pajak.

Sebagai contoh, seorang pemegang saham 50%, hanya bertanggung jawab atas 50% pelunasan hutang pajak.“Jadi ini dimaksudkan agar tindakan penagihan lebih memberikan kepastian hukum dan fair bagi WP, serta tidak bersifat eksesif,” ujar Hestu.

21 Desember 2020 Robertus Ballarminus Leave a comment

Pemprov DKI Jakarta beri keringanan pajak, apa saja?

Share Button

KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta telah menerbitkan Peraturan Gubernur Nomor 115 Tahun 2020 tentang Pemberian Keringanan Pokok Pajak dan Penghapusan Sanksi Administrasi Tahun Pajak 2020. Beleid ini disahkan Gubernur DKI Jakarta pada 11 Desember 2020.

“Kebijakan ini diterbitkan sebagai stimulus dari Pemerintah Provinsi DKI Jakarta untuk membantu para pelaku usaha di wilayah DKI Jakarta dalam menghadapi kondisi resesi ekonomi akibat dari pandemi Covid-19,” kata Humas Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) DKI Jakarta, Herlina Ayu dalam keterangan tertulisnya, Jumat (18/12).

Kebijakan relaksasi pajak daerah tersebut meliputi :

1. Pemberian Keringanan Pokok Pajak diberikan untuk :

a. Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2), dengan ketentuan :

– Diberikan keringanan sebesar 20% dari pokok pajak

– Tidak memiliki tunggakan pajak tahun-tahun sebelumnya

– Harus mendaftarkan identitas objek pajaknya ke dalam sistem SPPT PBB-P2 elektronik (e-SPPT) di laman https://pajakonline.jakarta.go.id/esppt

b. Pajak Kendaraan Bermotor (PKB), dengan ketentuan :

– Diberikan keringanan sebesar 50% dari pokok pajak untuk kendaraan bermotor umum yang digunakan untuk angkutan orang

– Tidak memiliki tunggakan pajak tahun-tahun sebelumnya


2. Penghapusan Sanksi Administrasi diberikan untuk :

a. Keterlambatan pembayaran Setoran Masa Pajak tahun 2020 untuk Pajak Hotel, Pajak Restoran, Pajak Parkir, dan Pajak Hiburan.

b. Keterlambatan pembayaran Pajak Reklame atas ketetapan yang diterbitkan tahun 2020.

c. Keterlambatan pembayaran PBB-P2 dan PKB objek kendaraan bermotor umum yang digunakan untuk angkutan orang, diberikan penghapusan untuk seluruh tahun pajak.

3. Kebijakan diberikan secara otomatis tanpa permohonan dari wajib pajak.

4. Kebijakan diberikan kepada wajib pajak yang melakukan pelunasan pembayaran pajak daerah sampai dengan tanggal 30 Desember 2020.

Herlina menyebut, kebijakan relaksasi keringanan pokok pajak dan penghapusan sanksi administrasi ini berlaku sejak tanggal 14 Desember 2020. Dengan telah terbitnya kebijakan relaksasi pajak daerah ini, Pemprov DKI Jakarta berharap dapat membantu para pelaku usaha, mencegah pemutusan hubungan kerja dan penutupan usaha, serta mempertahankan ketersediaan lapangan kerja bagi masyarakat.

“Rencananya kebijakan relaksasi ini akan dievaluasi di akhir tahun ini apakah akan dilanjutkan atau tidak dengan memperhatikan kondisi resesi ekonomi negara Indonesia,” tutur Herlina.

21 Desember 2020 Robertus Ballarminus Leave a comment

Sri Mulyani ingatkan youtuber untuk bayar pajak

Share Button

KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Perkembangan era digital membuka peluang masyarakat untuk mendapatkan penghasilan, misalnya berasal dari youtube. Sebagai warga negara yang memiliki penghasilan, youtuber harus membayar pajak.

“Mendapatkan pendapatan melalui youtube itu jangan lupa tetap membayar pajak, itu untuk negara kita,” ujar Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati dalam agenda Hari Mengajar Kemenkeu Mengajar 5, Senin (30/11).

Lanjut, Bendahara Negara itu menyampaikan, penerimaan negara yang diperoleh dari pajak youtuber salah satunya digunakan untuk pembangunan sekolah, memperluas jaringan listrik dan internet, hingga membantu masyarakat miskin.

“Semua itu butuh pembiayaan yang luar biasa, dan ini ya untuk membantu rakyat sendiri,” ujar Menkeu.

Adapun penerimaan pajak dari youtuber tercatat dalam sebagian pos penerimaan pajak penghasilan (PPh) orang pribadi (OP). Secara umum total realisasi PPh OP sepanjang Januari-Oktober 2020 sebesar Rp 10 triliun, tumbuh 1,18% year on year (yoy).

Posisi penerimaan negara dari PPh OP itu lebih baik dibandingkan pos penerimaan pajak karyawan. Hingga akhir Oktober 2020 realisasi PPh Pasal 21 senilai Rp 115,71 triliun dengan pertumbuhan minus 4,58% secara tahunan.

8 Desember 2020 Robertus Ballarminus Leave a comment

Posts navigation

1 2 … 28 Next →

Pos-pos Terbaru

  • Angsuran PPh Pasal 25 WP UMKM dan PP 9/2021 Jadi Topik Terpopuler
  • Sah! Pemerintah perpanjang insentif pajak hingga 30 Juni 2021, ini daftar lengkapnya
  • Ditjen Pajak bidik potensi penerimaan dari empat sektor ini, simak daftarnya
  • Simak 5 hal yang perlu diketahui soal pajak pulsa, kartu perdana, dan token listrik
  • Faktur Pajak Bagi Pelanggan yang Tanpa NPWP

Find Us

Powered by WordPress | theme SG Simple