Konsultan Pajak Lukman Tax Center

Konsultan Pajak Lukman Tax Center

Konsultan Pajak Lukman Tax Center
  • Amnesti Pajak
  • Downloads
    • Download E-Faktur
    • Formulir Pajak
  • Tanya Jawab
  • Contact
  • Profile

Dirjen Pajak: Coretax System Akan Permudah Pelaporan SPT Wajib Pajak

Share Button

KONTAN.CO.ID-JAKARTA. Sistem pajak canggih Coretax System akan meluncur tahun depan. Direktur Jenderal Pajak Suryo Utomo mengatakan implementasi sistem Coretax akan membawa perubahan besar dalam pelaporan pajak di Indonesia.

Suryo menyebut, sistem ini akan menyediakan pre-populated SPT, atau formulir pajak yang telah terisi otomatis, untuk mempermudah proses pelaporan.

“Jadi memang apabila Coretax sudah diimplementasikan, semua pelaporan dilakukan melalui Coretax, dan pelaporan pun juga sebetulnya diberikan kemudahan karena kita siapkan pre-populated SPT,” kata Suryo dalam Konferensi Pers di Jakarta, Jumat (8/11).

Bagi wajib pajak badan yang menerbitkan bukti potong dan bukti pungut pajak, laporan tersebut akan dihasilkan otomatis oleh sistem, sehingga wajib pajak hanya perlu memverifikasi data sebelum melaporkannya.

Suryo juga menyoroti pentingnya kesiapan wajib pajak, terutama untuk wajib pajak badan, dalam menghadapi perubahan sistem ini. Sebagai upaya untuk memfasilitasi transisi, Ditjen Pajak akan memberikan edukasi secara berkelanjutan. 

Mengingat jumlah wajib pajak badan lebih sedikit dibanding wajib pajak orang pribadi, Suryo akan menginstruksikan semua kantor pajak di seluruh Indonesia untuk menjangkau wajib pajak badan guna menjelaskan dan memberikan gambaran terkait pengisian SPT melalui Coretax.

“Jadi kami minta seluruh kantor kami di seluruh Indonesia untuk bisa reaching out Wajib Pajak Badan, bercerita dan menyampaikan kira-kira apa yang akan dilakukan pada waktu menyampaikan SPT melalui Coretax yang akan kita implementasikan ke depan,” katanya.

14 November 2024 Robertus Ballarminus Leave a comment

Prabowo Berniat Pengenaan PPN 12% akan Ditunda, Ini Saran Pengamat Pajak

Share Button

KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Pemerintah Indonesia tengah mempertimbangkan untuk menunda kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 12%, yang direncanakan mulai berlaku pada 1 Januari 2025.

Hal ini disampaikan menyusul rencana pemerintah di bawah kepemimpinan Presiden terpilih Prabowo Subianto.

Menurut Prianto Budi Saptono, pengamat dan Direktur Eksekutif Pratama-Kreston Tax Research Institute, tarif PPN sebesar 12% diatur dalam Pasal 7 ayat (1) huruf b UU PPN hasil revisi UU HPP.

Meskipun demikian, Pasal 7 ayat (3) dan (4) mengatur bahwa tarif tersebut dapat diubah menjadi paling rendah 5% dan paling tinggi 15% melalui Peraturan Pemerintah (PP).

Rancangan PP yang berisi perubahan tarif PPN harus disampaikan oleh pemerintah kepada DPR untuk dibahas dan disepakati dalam penyusunan RAPBN 2025.

Prianto menjelaskan bahwa ada dua opsi untuk mengubah tarif PPN: pertama, melalui revisi UU PPN dengan RUU baru setelah UU HPP; kedua, dengan menyampaikan RPP ke DPR agar dimasukkan dalam RUU APBN tahun berikutnya.

“Proses revisi UU PPN membutuhkan waktu lama karena harus ada kajian berupa Naskah Akademik,” ujarnya pada Minggu (13/10).

Ia menambahkan bahwa penerbitan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) adalah pilihan yang lebih cepat, tetapi harus memenuhi syarat adanya keadaan darurat yang mendesak.

“Saat ini, tidak terlihat adanya kondisi kegentingan yang memaksa,” kata Prianto.

Dari dua opsi yang ada, Prianto menilai bahwa menyiapkan RPP bersamaan dengan RUU APBN tahun 2025 adalah langkah paling sederhana dan rasional.

Dengan cara ini, target penerimaan PPN di APBN 2025 sudah dapat menggunakan tarif baru selain 12%.

Namun, pada 19 September 2024, DPR telah mengesahkan RAPBN 2025 menjadi UU APBN 2025, dan Ditjen Pajak juga memastikan bahwa PPN di tahun 2025 akan tetap sebesar 12%.

“Dengan kata lain, pemerintah tidak mengusulkan perubahan PPN melalui RPP sesuai Pasal 7 ayat (3) dan (4) UU PPN,” ungkapnya.

Sementara itu, perubahan tarif PPh badan diatur dalam Pasal 17 ayat (2) UU PPh hasil revisi UU HPP. Prianto menjelaskan bahwa tarif 22% untuk tahun 2025 dapat diubah melalui PP setelah pemerintah menyampaikan RPP kepada DPR.

Namun, pengesahan DPR atas RAPBN 2025 yang telah dilakukan pada 19 September menunjukkan bahwa tidak ada rencana untuk mengubah tarif PPh badan menjadi 22% untuk tahun tersebut.

Prianto menambahkan bahwa mekanisme perubahan tarif PPh badan tidak berbeda dengan mekanisme untuk PPN.

Payung hukum untuk perubahan tarif ini juga dapat dilakukan melalui penerbitan PP atau revisi UU PPh dengan menggunakan jalur normal atau Perppu. 

Dengan demikian, meskipun terdapat potensi untuk penundaan tarif PPN, langkah-langkah yang harus diambil oleh pemerintah masih memerlukan pertimbangan dan proses yang cermat.

14 Oktober 2024 Robertus Ballarminus Leave a comment

Lapor Pajak Kian Mudah dengan Unduh Data Portofolio di Aplikasi BRImo

Share Button

KONTAN.CO.ID – PT Bank Rakyat Indonesia Tbk atau BRI menghadirkan inovasi menarik kepada nasabahnya berupa data portofolio nasabah yang terintegrasi dengan aplikasi BRImo. Direktur Retail Funding and Distribution BRI Andrijanto menjelaskan fitur ini memudahkan nasabah karena tidak perlu bulak balik pindah ke situs KSEI untuk mengecek nilai atau bukti portofolio.

Kelebihannya, layanan ini sangat praktis untuk nasabah saat lapor pajak nanti. “BRI memudahkan nasabah yang ingin mengunduh portofolio dari KSEI. Cukup lewat aplikasi BRImo, nasabah dapat mengunduhnya dengan praktis,” kata Andrijanto saat BRImo FSTVL 2024 di Mal Kota Kasablanka, Jakarta pada Sabtu (12/10/2024).

Selain fitur tersebut, BRI sendiri memang punya banyak layanan finansial untuk kebutuhan harian dan investasi untuk nasabah. Menurut Andrijanto, berbagai fitur tersebut dapat membuat nasabah lebih praktis bertransaksi dan berinvestasi lewat superapp BRImo.

Adapun layanan yang aplikasi BRImo hadirkan antara lain tarik tunai, beli tiket perjalanan atau hotel online, QRIS, fitur investasi, beli emas, informasi promo, tagihan, lifestyle, asuransi, cek valas, pinjaman, dan lainnya.

Tak mengherankan, beragam layanan itu turut mendorong jumlah pengguna aplikasi BRImo. Berdasarkan data internal BRI, pengguna BRImo per September 2024 mencapai 37.14 juta pengguna. Di waktu yang sama, BRImo turut mencatat sales volume (volume transaksi) mencapai Rp4.034 triliun.

“BRI akan terus menghadirkan beragam kemudahan dalam aplikasi BRImo agar nasabah makin praktis bertransaksi dan berinvestasi,” sambung Andrijanto.

Apresiasi pun hadir dari content creator sekaligus pengusaha muda, Raymond Chin yang menyebut fitur ini sangat menarik. Terlebih belum ada perbankan atau aplikasi yang mampu mengintegrasikan data portofolio nasabah dari KSEI.

Ia mengapresiasi inovasi BRI tersebut karena dapat memudahkan nasabah mengunduh data portofolio. “Saya salut BRImo bisa mengintegrasikan informasi portofolio, nasabah jadi enggak ribet,” ujar Raymond dalam acara yang sama dengan Andrijanto.

Sebagai informasi, BRI kini tengah mengadakan BRImo FSTVL 2024 dari tanggal 11-13 Oktober 2024 di Mal Kota Kasablanka, Jakarta. Mengusung konsep Playzone, pengunjung dapat menikmati berbagai permainan dan lelang koleksi eksklusif sembari menikmati diskon hingga 20% di tenant selama acara berlangsung.

Selain itu, nasabah juga bisa memenangkan undian BRImo FSTVL 2024 yang berhadiah BMW, Hyundai, Vespa, iPhone 16 dan tabungan emas serta penukaran poin dengan lebih dari seratus ribu hadiah langsung. Untuk mengikuti undian tersebut, nasabah BRI harus mengisi saldo tabungan BRI hingga akhir periode program BRImo FSTVL 2024 pada 31 Maret 2025.

BRImo FSTVL 2024 turut dihadiri oleh Direktur Retail Funding and Distribution BRI Andrijanto, Raymond Chin, serta lima pemain BRI Liga 1 yaitu Ryuji Utomo, Manahati Lestusen, Dedi Kusnandar, Alta Ballah, dan Rosad Setiawan.

14 Oktober 2024 Robertus Ballarminus Leave a comment

Wajib Pajak Bisa Gugat DJP Terkait Kebocoran 6 Juta Data NPWP

Share Button

KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Sebanyak 6 juta data Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) diduga bocor dan diperjualbelikan dengan harga sekitar Rp 150 juta.

Dugaan ini menimbulkan keresahan publik, terutama bagi wajib pajak yang datanya terancam disalahgunakan. Menurut pengamat, wajib pajak yang datanya bocor berhak mengajukan gugatan terhadap Direktorat Jenderal Pajak (DJP).

Konsultan Pajak dari Botax Consulting Indonesia, Raden Agus Suparman menyebut bahwa menurut Laporan Keuangan DJP Tahun 2022, hingga akhir tahun 2022 tercatat ada 70,29 juta wajib pajak terdaftar.

Dari jumlah tersebut, sebanyak 65,12 juta adalah wajib pajak orang pribadi. Jika kebocoran data yang diduga mencapai 6 juta NPWP, ini mencakup sekitar 9% dari total wajib pajak orang pribadi.

“Dugaan saya, data yang dibocorkan adalah data ‘master file’ yang mencakup informasi pribadi seperti nama, alamat, nomor KTP, nomor telepon, dan jenis usaha wajib pajak,” ungkap Raden kepada Kontan.co.id, Jumat (20/9).

Menurut Raden, kebocoran data NPWP dapat berdampak buruk pada kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah.

Selain itu, wajib pajak yang datanya bocor memiliki dasar hukum untuk mengajukan gugatan kepada DJP.

Pasal 34 Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) mewajibkan DJP untuk menjaga kerahasiaan data wajib pajak. Jika DJP terbukti lalai dalam menjaga kerahasiaan data, maka wajib pajak yang dirugikan dapat menggugat di pengadilan.

“Jika Direktorat Jenderal Pajak terbukti membocorkan data atau gagal menjaga kerahasiaan, wajib pajak yang dirugikan dapat mengajukan gugatan,” kata Raden.

Raden juga mengingatkan bahwa kebocoran data NPWP sebelumnya pernah terjadi melalui pengembang aplikasi yang digunakan oleh DJP.

“Bisa jadi, data yang diperjualbelikan saat ini merupakan data yang bocor sebelumnya atau bagian dari serangan ransomware yang diduga dilakukan oleh kelompok peretas Brain Cipher terhadap Pusat Data Nasional (PDN),” jelasnya.

Raden menegaskan bahwa pemerintah perlu memperbaiki sistem informasi dan keamanan data dengan lebih serius.

Saat ini, pemerintah dianggap masih terkotak-kotak dalam pengelolaan sistem teknologi informatika, baik di kementerian maupun pemerintah daerah.

“Ke depan, pemerintah perlu satu sistem keamanan terpadu sehingga tanggung jawab jelas jika terjadi kebocoran data,” katanya.

Untuk memperkuat sistem keamanan DJP, Raden juga menyarankan penambahan anggaran guna memperkuat teknologi informasi.

“Anggaran otoritas pajak yang otonom sekitar 2% dari penerimaan yang berhasil dikumpulkan, sedangkan anggaran DJP masih di bawah itu,” ujarnya.

Sebagai tambahan informasi, dugaan kebocoran data NPWP ini juga mencakup data sejumlah tokoh penting, termasuk Presiden Joko Widodo, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, dan Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan.

23 September 2024 Robertus Ballarminus Leave a comment

Waspada Modus Penipuan Mengatasnamakan Pegawai Pajak, Ini Tanda-Tandanya

Share Button

KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mengimbau masyarakat untuk waspada terhadap modus baru penipuan yang mengatasnamakan DJP. 

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP Kemenkeu, Dwi Astuti, menjelaskan bahwa modus ini dilakukan oleh pihak yang berpura-pura menjadi pegawai DJP dan berkomunikasi dengan wajib pajak.

“Komunikasi dilakukan dengan mengirim pesan melalui surat elektronik dan pesan dalam jaringan (daring). Isi komunikasinya adalah menyampaikan pesan bahwa terdapat tagihan pajak atas nama wajib pajak tersebut,” ujar Dwi dalam keterangan resmi, Sabtu (21/9/2024). 

Pelaku penipuan tersebut meminta wajib pajak untuk menyelesaikan tunggakan melalui pengiriman sejumlah uang. Dwi menegaskan agar masyarakat tidak tertipu. 

“Pelunasan tunggakan pajak hanya dilakukan ke kas negara melalui pembayaran kode billing, bukan ke rekening milik perorangan atau lembaga,” tegasnya.

Pembayaran billing pajak harus dilakukan ke rekening Kas Negara melalui Anjungan Tunai Mandiri (ATM), internet banking, mesin EDC, mobile banking, agen branchless banking, atau pada loket bank/pos persepsi. 

Dwi juga mengingatkan bahwa selain modus tersebut, ada penipuan lain yang berkembang, seperti phishing situs resmi DJP dan pengiriman file berekstensi apk melalui WhatsApp atau email. 

Masyarakat disarankan untuk memeriksa nomor WhatsApp yang diterima di laman resmi DJP sesuai dengan Kantor Pelayanan Pajak (KPP) masing-masing. 

Tautan seluruh KPP dapat dilihat di pajak.go.id/unit-kerja. 

Apabila menerima email imbauan, tagihan pajak, atau tautan terkait perpajakan, pastikan domain email berakhiran @pajak.go.id. 

“Apabila domain tersebut bukan @pajak.go.id, maka kami pastikan email tersebut bukan dari DJP,” tambah Dwi. 

Dwi juga menegaskan bahwa DJP tidak pernah mengirim file berekstensi apk. Jika menerima pesan yang memuat tautan selain berakhiran pajak.go.id, masyarakat diminta untuk mengabaikan pesan tersebut. 

Bagi masyarakat yang menemukan indikasi penipuan pesan atau informasi yang mengatasnamakan DJP, dapat menghubungi saluran pengaduan DJP melalui Kring Pajak 1500200, faksimile (021) 5251245, email pengaduan@pajak.go.id, media sosial X @kring_pajak, situs pengaduan.pajak.go.id, dan live chat di www.pajak.go.id.

 DJP juga mengingatkan masyarakat untuk selalu menjaga keamanan dan kerahasiaan data pribadi mereka.

23 September 2024 Robertus Ballarminus Leave a comment

Perkuat Kewenangan, Ditjen Pajak Bisa Intip Rekening Keuangan Wajib Pajak

Share Button

KONTAN.CO.ID-JAKARTA. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati resmi menerbitkan aturan baru yang memperkuat ketentuan anti penghindaran kewajiban atas akses informasi keuangan demi kepentingan perpajakan.

Hal tersebut tertuang daam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 47 Tahun 2024, yang merupakan perubahan ketiga atas PMK Nomor 70 Tahun 2017 tentang Petunjuk Teknis Mengenai Akses Informasi Keuangan untuk Kepentingan Perpajakan.

Aturan tersebut juga mempertegas posisi Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) untuk mengakses informasi keuangan dari lembaga jasa keuangan dan entitas terkait untuk keperluan perpajakan.

“PMK 70/2017 tentang Petunjuk Teknis  mengenai Akses Informasi Keuangan untuk Kepentingan Perpajakan belum mengatur ketentuan anti penghindaran sesuai dengan standar pelaporan umum (common reporting standard), sehingga perlu dilakukan perubahan,” bunyi bagian pertimbangan dalam beleid tersebut, dikutip Minggu (11/8).

Dalam PMK 47/2024, terdapat penambahan Bab VA yang berisi Pasal 30 A dengan penegasan bahwa setiap pihak dilarang melakukan kesepakatan dan/atau praktik dengan maksud dan tujuan untuk menghindari kewajiban informasi pajak, sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2017 terkait akses informasi keuangan untuk perpajakan yang mengatur program Automatic Exchange of Information (AEoI).

Akses informasi tersebut mencakup penyampaian laporan otomatis mengenai informasi keuangan dan penyediaan data atau bukti berdasarkan permintaan untuk pelaksanaan aturan perpajakan serta kesepakatan internasional.

Dalam hal terjadi pelanggaran terkait penghindaran pertukaran informasi pajak, maka kesepakatan/ praktik lembaga keuangan dianggap tidak berlaku dan/ atau tidak terjadi. Kemudian, kewajiban pemenuhan informasi tetap harus dipenuhi oleh setiap orang/entitas lain.

Tidak hanya itu, Direktur Jenderal Pajak berwenang menentukan kesepakatan dan/atau praktik sebagai suatu kesepakatan dan/atau praktik dengan maksud dan tujuan untuk menghindari kewajiban sebagaimana di atur dalam peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai akses informasi keuangan untuk kepentingan perpajakan.

Dirjen Pajak juga berwenang memperoleh informasi keuangan, termasuk keterangan dan/atau informasi lainnya, yang berkaitan dengan kesepakatan dan/atau praktik sebagaimana dimaksud di atas. 

Lebih jauh, dalam Pasal 30A ayat 4 juga menegaskan bahwa setiap orang dilarang membuat pernyataan palsu atau menyembunyikan informasi yang sebenarnya atau wajib disampaikan.

Ditegaskan juga bahwa Dirjen Pajak dapat menyampaikan teguran tertulis,  pemeriksaan bahkan hingga langkah hukum pidana soal perpajakan bagi mereka yang terbukti melakukan penghindaran akses terhadap informasi perpajakan.

Untuk diketahui, setiap orang atau entitas lain yang dimaksud dalam beleid tersebut adalah lembaga jasa keuangan (LJK), LJK Lainnya, entitas lain, pimpinan dan/atau pegawai LJK, pimpinan dan/atau pegawai LJK lainnya, pimpinan dan/ atau pegawai entitas lain, pemegang rekening keuangan orang pribadi, pemegang rekening keuangan entitas, penyedia jasa, perantara dan/atau pihak lain.

12 Agustus 2024 Robertus Ballarminus Leave a comment

DJP Bakal Lakukan Ekstensifikasi dan Intensifikasi Guna Perluas Basis Pajak

Share Button

KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Dalam memperluas atau memperkuat basis pajak, Direktorat Jenderal Pajak (DJP), Kementerian Keuangan (Kemenkeu) akan melakukan ekstensifikasi dan intensifikasi.

Direktur Jenderal Pajak (DJP), Suryo Utomo mengatakan pihaknya akan melakukan ekstensifikasi melalui penambahan jumlah wajib pajak aktif.

“Perluasan basis pajak dilakukan dengan cara ekstensifikasi Wajib Pajak aktif dan Wajib Pajak baru,” kata Suryo dalam konferensi pers APBN KITA, beberapa waktu lalu.

Suryo menerangkan, langkah ini sebelumnya sudah dilakukan oleh otoritas pajak pada tahun-tahun sebelumnya.

Sementara itu, DJP juga melakukan intensifikasi melalui cara pengawasan terhadap sejumlah transaksi serta penghasilan yang selama ini belum dilaporkan oleh Wajib Pajak kepada otoritas pajak.

“Intensifikasi yang selama ini belum ter-record atau belum terlaporkan kita coba akan ambil supaya mereka dapat melaporkan dengan benar,” ucapnya.

Adapun intensifikasi dilakukan dengan cara pengawasan atas pembayaran pada tahun berjalan dan melakukan uji kepatuhan hingga penegakan hukum atas pembayaran pajak pada tahun-tahun sebelumnya.

Sebagai informasi tambahan, Kemenkeu mencatat, realisasi penerimaan pajak pada Januari hingga April 2024 sebesar Rp 624,19 triliun. Angka ini setara 31,38% dari target Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2024.

Penerimaan pajak tersebut terkoreksi cukup dalam mencapai 9,29% secara tahunan (yoy). Sementara realisasi penerimaan pajak mencapai Rp 688,15 triliun pada periode yang sama di tahun lalu.

4 Juni 2024 Robertus Ballarminus Leave a comment

Core Tax System Dinilai Belum Mampu Tingkatkan Penerimaan Pajak dalam Waktu Singkat

Share Button

KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Sistem perpajakan Indonesia tak lama lagi akan memasuki era baru. Sistem Informasi Direktorat Jenderal Pajak (SIDJP) bakal digantikan oleh Core Tax Administration System atau Sistem Inti Administrasi Perpajakan (SIAP). 

Adapun sistem baru ini kabarnya baru mulai diimplementasikan pada Juli 2024.

Pengamat Pajak Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Fajry Akbar mengatakan bahwa Core Tax belum mampu meningkatkan penerimaan pajak secara signifikan dalam waktu singkat, apabila melihat teknis dari implementasi sistem tersebut.

Kendati begitu, ia melihat keuntungan jangka panjang bahwa sistem ini nantinya mampu mendorong kepatuhan pajak. “Dan seperti kita ketahui, kepatuhan berbanding lurus dengan penerimaan pajak,” kata Fajry kepada Kontan, Senin (3/6).

Ia menyampaikan, melalui sistem ini seluruh dokumentasi akan terekam. Sementara, bagi Direktorat Jenderal Pajak (DJP) tentu akan lebih mudah melakukan monitoring dan profiling kepada Wajib Pajak termasuk administrasi pemotongan-pemungutan dan penerbitan surat-surat ketetapan yang rencananya semua akan terdigitalisasi. 

“Bagaimana mempermudah administrasi bagi Wajib Pajak? misalnya dengan adanya SPT unifikasi, bukti potong digital, STP digital diharapkan WP lebih tertib dan tanggap dalam pemenuhan kewajiban perpajakannya,” ucapnya.

Oleh karenanya, ia menyimpulkan pasca implementasi Core Tax Juli nanti, tidak akan meningkatkan penerimaan secara signifikan dalam jangka pendek, namun akan lebih terlihat hasilnya dalam jangka panjang.

Fajry menambahkan, sistem ini telah dipersiapkan sejak lama dan dengan biaya yang tidak sedikit. Maka dari itu, ia berharap segala sesuatu yang sudah dibangun mampu dimaksimalkan.

“Secara teknis saya memandang, nantinya kan semua dokumen administrasi seperti STP, SP2DK, Surat Ketetapan itu kan akan dikirim secara digital dan secara formil akan diperhitungkan sejak surat itu terbit/ditandatangani,” ujarnya.

Namun perlu disadari bahwa Wajib Pajak tidak setiap hari akan mengakses laman DJP online, sehingga dalam penyampaiannya tetap perlu adanya notifikasi kepada Wajib Pajak agar menyadari terbitnya surat itu.

“Sehingga hak Wajib Pajak dalam menindaklanjuti surat putusan dari DJP itu bisa maksimal tanpa harus gugur secara formil karena yang biasanya suratnya fisik tapi nantinya jadi satu sistem di DJP online,” tuturnya.

4 Juni 2024 Robertus Ballarminus Leave a comment

Pelaku Usaha Keluhkan Pajak Hiburan Naik 40%

Share Button

KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Sejumlah pelaku usaha mengeluhkan kenaikan tarif pajak hiburan, sebagaimana tertuang dalam Undang-undang No.1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.

Merujuk Pasal 58 ayat 2, khusus tarif Pajak Barang dan Jasa Tertentu (PBJT) atas jasa hiburan pada diskotek, karaoke, kelab malam, bar, dan mandi uap atau spa ditetapkan paling rendah 40% dan paling tinggi 75%.  Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Jakarta, Sutrisno Iwantono mengatakan kenaikan pajak hiburan ini menyulitkan pelaku usaha hiburan, termasuk pelaku usaha perhotelan yang memiliki sejumlah lini bisnis di layanan spa, karaoke dan kelab malam.

“Kalau dilihat dari sisi spa dan karaoke itu sungguh berat dengan angka penetapan pajak 40%,” kata Sutrisno kepada Kontan, Minggu (14/1).

Sutrisno menjelaskan, kenaikan tarif pajak tersebut nantinya membuat harga kepada konsumen juga akan meningkat. Sehingga konsumen akan terbebani harga tinggi dan membuat bisnis pelaku usaha menjadi lesu. Disisi lain, Indonesia saat ini menurutnya tengah fokus mengembangkan wellnes tourism.

“Kalau harga naik tentu permintaan akan berkurang kan hukumnya seperti. Oleh karenanya, pajak yang tinggi membuat industri kehilangan konsumen,” jelasnya.

Sutrisno menambahkan, kenaikan pajak tersebut juga berpotensi terjadinya pemangkasan tenaga kerja. Maka dari itu, ia berharap kepada pemerintah agar meninjau kembali aturan yang ada.

“Logikanya kalau terjadi penurunan permintaan pasti dilakukan efisiensi. Nah, efisiensi itu intinya pengurangan biaya yang juga menyangkut tenaga kerja. Namun, saya masih belum mendengar secara pasti karena (aturannya) masih baru,” ujarnya.

Sementara itu, diberitakan Kontan sebelumnya, Asosiasi SPA & Wellness Indonesia (Perkumpulan Pengusaha Husada Tirta Indonesia) menolak aturan 40% Pajak Barang dan Jasa Tertentu (PBJT) serta mendesak pemerintah untuk meluruskan definisi spa dalam UU Nomor 1 Tahun 2022.

Ketua Asosiasi Spa Terapis Indonesia (ASTI), Mohammad Asyhadi mengatakan munculnya aturan 40% pajak PBJT berpotensi mematikan usaha spa di seluruh Indonesia, karena harga jasa spa otomatis akan naik sehingga akan mengurangi minat masyarakat melakukan terapi kesehatan.

“Memasukkan usaha jasa pelayanan bisnis SPA sebagai bagian dari jasa kesenian dan hiburan sebagaimana yang tercantum dalam UU Nomor 1 Tahun 2022 adalah tidak tepat,” kata Asyhadi dalam siaran pers yang diterima Kontan, Jumat (11/1).

Selain itu, Asyhadi menjelaskan pelaku usaha spa akan semakin terbebani dengan pajak yang besar, karena selain pajak PBJT 40%, pelaku usaha juga tetap membayar pajak PPN sebesar 11%, pajak penghasilan badan (PPh) 25% dan PPh pribadi selaku pengusaha sebesar 5% – 35% tergantung Penghasilan Kena Pajak atau PKP.

“Penerapan aturan 40% pajak PBJT itu sangat berpotensi menggerus keberlangsungan usaha spa di Indonesia, di mana spa merupakan jasa pelayanan di bidang perawatan dan kesehatan, bukan bidang hiburan atau bidang lainnya,” ucapnya.

Menurut data Global Wellness Institute (2023), Indonesia berada di peringkat ke-17 sebagai pasar tujuan wisata kebugaran. Wellness tourism ini menciptakan 1,3 juta lapangan kerja yang baru dan berkualitas. Selama tahun 2017 – 2019 terjadi peningkatan yang signifikan terkait jumlah spa di Indonesia yakni mencapai 15%. 

15 Januari 2024 Robertus Ballarminus Leave a comment

Sistem Pajak Canggih Bakal Dilengkapi Fitur Tag Location untuk Wajib Pajak

Share Button

KONTAN.CO.ID-JAKARTA. Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) siap meluncurkan sistem pajak canggih bernama core tax system pada 1 Juli 2024 mendatang.

Penyuluh Pajak Ahli Madya DJP Banten Dedi Kusnadi mengatakan, core tax system tersebut akan dilengkapi dengan fitur tag location dalam data wajib pajak.

Hadirnya fitur tersebut akan membuat data mengenai wajib pajak akan semakin akurat. Selain itu, fitur tag location juga akan memudahkan komunikasi antara otoritas dan wajib pajak.

“Jadi nanti ketika kami dari DJP berkomunikasi dengan wajib pajak melalui surat, kunjungan langsung, akan langsung ketemu. Selama ini kalau kita cari wajib pajak itu sudah. Nyasar-nyasar,” ujar Dedi dalam acara Talkshow Radio, dikutip Senin (20/11).

Dedi menyebut, selama ini penulisan alamat pada data wajib pajak biasanya kurang lengkap. Hal ini dikarenakan data alamat hanya tertera nama jalan, namun tidak mencantumkan nomor rumah ataupun nomor RT/RW.

Pada akhirnya, ketika otoritas pajak ingin berkomunikasi melalui surat, terkadang petugas pos kesulitan mencari alamat wajib pajak. Oleh karena itu, melalui fitur ini maka alamat wajib pajak akan langsung ditandai melalui peta yang tersedia dalam sistem.

“Tukang pos akhirnya suratnya kembali lagi. Nah, dengan adanya fitur ini ke depan surat-surat atau komunikasi kita dengan datang langsung itu lebih tepat sasaran,” pungkasnya.

21 November 2023 Robertus Ballarminus Leave a comment

Posts navigation

← Previous 1 2 3 4 … 37 Next →

Pos-pos Terbaru

  • Penerimaan Pajak Seret, Pemerintah Kerahkan “Surat Cinta” hingga Penagihan Langsung
  • Karyawan Hotel dan Restoran Bebas Pajak Hingga Akhir 2025
  • Soal Rencana Penurunan Tarif PPN, Purbaya: Kita Pikir-Pikir Dulu
  • Lapor SPT 2025, Data Gaji Karyawan Akan Terisi Otomatis di Coretax
  • Purbaya Luncurkan Layanan Aduan Pajak dan Bea Cukai via WhatsApp

Find Us

Powered by WordPress | theme SG Simple