Konsultan Pajak Lukman Tax Center

Konsultan Pajak Lukman Tax Center

Konsultan Pajak Lukman Tax Center
  • Amnesti Pajak
  • Downloads
    • Download E-Faktur
    • Formulir Pajak
  • Tanya Jawab
  • Contact
  • Profile

Sri Mulyani Siapkan Aturan Impor Mobil Listrik Utuh Bebas Pajak

Share Button

KONTAN.CO.ID –  JAKARTA. Demi mempercepat penggunaan kendaraan listrik, pemerintah berencana memberikan pembebasan pajak pada impor mobil listrik secara utuh atau completely built up (CPU).

Saat ini, semua barang impor yang masuk ke Indonesia selain dikenakan bea masuk 50%, juga dikenakan pajak pertambahan nilai (PPN) sebesar 11%. Nah dengan usulan tersebut, artinya biaya bea masuk dan PPN akan dipangkas menjadi 0%. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, pihaknya akan menggodak dan menerbitkan aturan berupa Peraturan Menteri Keuangan (PMK) tentang kebijakan insentif fiskal tersebut. Namun, dirinya belum menjelaskan secara rinci apa saja yang akan diatur dalam PMK tersebut.

“Jadi PMK-nya saja ya nanti, kita sesuai rapat kabinet yang terakhir. Nanti kita akan turunkan dalam peraturan yang sesuai,” ujar Sri Mulyani kepada awak media di Kompleks DPR RI, Rabu (30/8).

Sri Mulyani juga belum memastikan waktu PMK tersebut akan terbit. Yang pasti, beleid tersebut akan dikeluarkan segera dan melihat anggaran pada tahun ini.

“Ya segera. Nanti kita lihat anggarannya di tahun 2023 ini ya,” katanya.

Sebelumnya, Industry and Regional Analyst Bank Mandiri, Abrar Aulia menghitung, ada potensi penerimaan yang hilang sebesar Rp 860 miliar per tahun dari usulan insentif tersebut. Hitungannya ini berdasarkan estimasi penerimaan PPN dan bea masuk impor CBU kendaraan mobil listrik sampai dengan Juni 2023 sekitar Rp 430 miliar.

“Jika disetahunkan maka estimasi sekitar Rp 860 miliar per tahun,” ujar Abrar kepada Kontan.co.id, Rabu (2/8).

Ia bilang, insentif penurunan pajak dan bea masuk tersebut bukan berupa subsidi. Oleh karena itu, bukan belanja subsidi yang meningkat melainkan pendapatan yang menurun.

Oleh karena itu, Abrar menilai, penurunan PPN dan bea masuk mobil listrik tersebut perlu dilakukan dengan secara hati-hati. Jangan sampai adanya pemberian insentif tersebut, maka investor akan masuk ke negara lain.

“Perlu diperhatikan bahwa kita juga bersaing dengan negara tetangga seperti Thailand. Jangan sampai investor masuk ke negara lain, lalu menjual produknya ke Indonesia, apalagi setelah penerapan bea masuk sebesar 0% ini,” jelas Abrar.

4 September 2023 Robertus Ballarminus Leave a comment

Harga Komoditas Anjlok, Wajib Pajak Minta Diskon Angsuran PPh 25

Share Button

KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat, sudah ada beberapa wajib pajak yang mengajukan permohonan diskon atau pengurangan angsuran pajak penghasilan (PPh) Pasal 25 atau PPh badan.

Direktur Jenderal Pajak Suryo Utomo mengatakan, permohonan diskon PPh 25 tersebut merupakan dampak dari harga komoditas yang mulai anjlok sehingga berdampak pula kepada setoran pajaknya. Ini terlihat dari kinerja PPh badan yang mulai menunjukkan perlambatan.

“Sudah ada (yang meminta diskon angsuran). Setoran PPh badan pada 2023 ini sedikit lebih rendah pertumbuhannya dibandingkan dengan tahun kemarin. Ini menunjukkan adanya konsekuensi penurunan harga komoditas terhadap setoran PPh Pasal 25-nya,” ujar Suryo dalam Konferensi Pers APBN Kita, Jumat (11/8).

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyebutkan, PPh badan menjadi tulang punggung penerimaan pajak hingga akhir Juli 2023. Hal ini dikarenakan kontribusinya yang terbesar yakni mencapai 26% terhadap penerimaan pajak.

Hanya saja, PPh badan pada periode tersebut hanya mampu tumbuh 24,2%, atau lebih rendah jika dibandingkan dengan tahun lalu di periode yang sama sebesar 132,4%. Perlambatan pertumbuhan ini dikarenakan penurunan angsuran PPh Pasal 25 sejalan ekpektasi profitabilitas, terutama dari sektor komoditas.

“Ini artinya kita harus mengantisipasi perusahaan-perusahaan sudah semakin melihat profitabilitas mereka, sudah mulai ternormalisir, atau tidak mengalami lonjakan terutama mereka yang bergerak dibidang komoditas,” katanya.


15 Agustus 2023 Robertus Ballarminus Leave a comment

Menanti Sistem Pajak Canggih, Kepatuhan Wajib Pajak Dijamin Meningkat

Share Button

KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Kementerian Keuangan (Kemenkeu) tengah mematangkan sistem pajak canggih yang disebut Pembaruan Sistem Inti Administrasi Perpajakan (PSIAP), alias core tax administration system. Rencananya sistem pajak canggih ini mulai diimplementasikan pada Mei 2024.

Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Pengawasan Pajak Nufransa Wira Sakti mengatakan, saat ini Direktorat Jenderal Pajak (DJP) tengah melakukan pelatihan kepada sekitar 500 master trainer, yaitu para calon trainer yang nantinya akan disebar ke seluruh Indonesia untuk melatih second trainer. Nah, second trainer ini yang akan melatih seluruh pegawai DJP diseluruh Indonesia.

“Nanti second trainernya akan melatih ke seluruh pegawai DJP, nanti bertahap. Dan diharapkan pada bulan November ini kan selesai semua dan bulan Desember semua sudah mengetahui terkait dengan PSIAP ini. Nanti akan ada semacam refreshment lagi menjelang diimplementasikannya di bulan Mei 2024,” ujar Nufransa dikutip dari unggahan channel Youtube Kemenkeu, Kamis (10/8).

Nufransa berharap, PSIAP mampu mewujudkan sistem informasi administrasi perpajakan yang lebih baik untuk optimalisasi pelayanan dan pengawasan perpajakan.

Nah, dari sisi wajib pajak, PSIAP akan sangat memudahkan pelayanan lantaran wajib pajak tidak harus datang ke kantor pajak untuk melaksanakan kewajiban perpajakannya. Selain itu, potensi sengketa juga berkurang serta biaya kepatuhan juga menjadi lebih rendah.

“Ke depan seharusnya orang sudah tidak ke kantor pajak lagi, tapi cukup melakukan kewajiban perpajakan melalui ponsel dan dia sudah bisa tahu semua kewajiban perpajakan lewat ponsel dan semua informasi ada di sini,” katanya.

Dari sisi DJP, lewat PSIAP ini akan hadir berbagai macam aplikasi yang memudahkan pegawai DJP dalam melakukan pengawasan dan pemeriksaan. Nufransa bilang, nantinya pengawasan kepada wajib pajak bisa dilakukan berdasarkan tingkat risikonya.

“Misalnya (risiko) yang tingkatnya tinggi itu akan dilakukan pengawasan secara ketat, tingkat risiko rendah mungkin akan kita edukasi atau sosialisasi dan sebagainya, walaupun secara keseluruhan tetap kita awasi semua ya,” imbuh Nufransa.

Ia meyakini, kepatuhan masyarakat untuk membayar pajak akan meningkat seiring semakin membaiknya pelayanan perpajakan yang disuguhkan kepada wajib pajak.

“PSIAP ini memberikan banyak manfaat baik dari sisi wajib pajak maupun dari sisi pegawai dan organisasi DJP, juga diharapkan bisa mendapat benefit dari adanya PSIAP,” jelasnya.

Senada, Pengamat Pajak Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Fajry Akbar mengatakan, semakin mudah administrasi perpajakan yang ditawarkan DJP, maka semakin meningkat pula kepatuhan wajib pajak tersebut.

“Core tax system ini kan akan memudahkan orang untuk patuh, tidak ribet lagi untuk isi SPT, pastinya orang akan lebih patuh,” ujar Fajry kepada Kontan.co.id, Kamis (10/8).

Terlebih lagi, kata Fajry, hadirnya compliance risk management (CRM) yakni pengawasan kepatuhan berbasis risiko, maka wajib pajak yang memiliki risiko tinggi akan menjadi sasaran.

“Dengan begitu, sistem pajak kita akan berkeadilan. Akhirnya, ini akan mendorong apa yang disebut sebagai kepatuhan sukarela. Pastinya, kepatuhan akan naik,” katanya.

Sementara itu, Direktur Jenderal Pajak Suryo Utomo menambahkan, dalam sistem pajak canggih ini nantinya akan memberikan kemudahan pelayanan dalam menyampaikan SPT Tahunan PPh. Hal ini dikarenakan dalam PSIAP, pengisian SPT Tahunan PPh akan dilakukan secara prepopulated.

Artinya, semua informasi yang diperlukan dalam mengisi SPT akan tersedia di dalam akun wajib pajak yang terdapat di dalam core tax system.

“Jadi secara prinsip kita menyiapkan prepopulated SPT dan akan akan ditampilkan dalam akun wajib pajak atau taxpayer account yang yang dibangun dalam core tax yang sedang kita bangun saat ini,” jelas Suryo dalam Konferensi Pers APBN Kita, Senin (24/7).

Untuk itu, wajib pajak tidak perlu ribet lagi dalam mengisi data ke dalam form SPT Tahunan, lantaran tinggal melihat apakah data tersebut telah sesuai atau bisa menambahkan data lain apabila dirasa kurang.

11 Agustus 2023 Robertus Ballarminus Leave a comment

Mengenal Jenis Pajak di Indonesia, Asas Pajak, & Bedanya dengan Pungutan Resmi Artikel ini telah tayang di Kontan.co.id dengan judul “Mengenal Jenis Pajak di Indonesia, Asas Pajak, & Bedanya dengan Pungutan Resmi”,

Share Button

EDUKASI –  Hari ini tanggal 14 Juli 2023 diperingati sebagai Hari Pajak Nasional. Pajak sendiri adalah salah satu elemen penting penggerak perekonomian negara dan pemasukan kas negara.   Pajak sendiri, mengacu pada Undang-Undang (UU) Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, pajak adalah kontribusi wajib kepada negara tang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan udang-undang dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. 

Pajak memiliki ciri-ciri yaitu wajib dibayarkan kepada negara, memaksa, dipungut berdasarkan undang-undang, tidak mendapatkan balas jasa, dan untuk membiayai kepentingan umum.  Selain pajak Anda mungkin pernah membayar beberapa pungutan resmi seperti cukai atau bea masuk bagi yang memiliki usaha barang-barang impor. 

Ada beberapa pungutan resmi yang tidak masuk dalam kategori pajak, namun juga merupakan sumber pemasukan negara.   Bersumber dari Modul Ekonomi Kelas 11 Kemendikbud Ristek, jenis-jenis pungutan resmi yang ada di Indonesia diantaranya: Retribusi: Iuran yang dibayarkan rakyat atas jasa atau barang milik negara, contohnya seperti pembayaran listrik dan air dari PDAM.  Cukai: Iuran yang dibayarkan untuk pembelian barang-barang tertentu yang ditetapkan Menteri Keuangan, contohnya rokok.  Bea masuk: Bea yang dipungut pada barang yang masuk ke daerah pabean Indonesia dan untuk digunakan di dalam negeri.  Sumbangan: Pungutan yang dilakukan pemerintah kepada sejumlah orang, contohnya sumbangan wajib untuk perawatan jalan.  Ada pula perbedaan pungutan wajib dengan pajak yakni sebagai berikut ini: 1. Dasar hukum Pajak: Undang-Undang Pungutan resmi: Peraturan pemerintah, menteri, dan sebagainya

2. Balas jasa:  Pajak: Tidak dapat diterima langsung Pungutan resmi: Bisa diterima langsung

3. Objek  Pajak: Umum Pungutan resmi: Orang tertentu

4. Sifat Pajak: Memaksa Pungutan resmi: Sesuai kebijakan pemerintah

5. Sanksi Pajak: Sesuai dengan Undang-Undang Pungutan resmi: Sesuai kebijakan pemerintah

6. Jatuh tempo Pajak: Sesuai tahun pajak Pungutan resmi: Sesuai dengan pemakaian

Menurut pakar atau ahli, asas pungutan pajak diantaranya yaitu:  W.J. Langen Asas Daya Pikul: Besar kecilnya pajak yang dipungut harus berdasarkan besaran penghasilan wajib pajak. Semakin tinggi penghasilan maka semakin tinggi pajak yang dibebankan. Asas Manfaat: Pajak yang dipungut oleh negara harus digunakan untuk kegiatan-kegiatan yang bermanfaat untuk kepentingan umum. Asas Kesejahteraan,: Pajak yang dipungut oleh negara digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. Asas Kesamaan: Dalam kondisi yang sama antara wajib pajak yang satu dengan yang lain harus dikenakan pajak dalam jumlah yang sama. Asas Beban: Pungutan pajak diusahakan sekecil-kecilnya (serendah-rendahnya) jika dibandingkan dengan nilai objek pajak sehingga tidak memberatkan wajib pajak.

2. Adam Smith Asas pajak menurut Adam Smith, dalam buku The Wealth of Nation, dikenal dengan The Four Maxims, yakni:  Asas Equality atau asas keseimbangan dengan kemampuan atau asas keadilan: Dilakukan oleh negara harus sesuai dengan kemampuan dan penghasilan wajib pajak. Negara tidak boleh bertindak diskriminatif terhadap wajib pajak. Asas Certainty atau asas kepastian hukum: Semua pungutan pajak harus berdasarkan UU, sehingga bagi yang melanggar akan dapat dikenai sanksi hukum. Asas Convinience of Payment atau asas pemungutan pajak yang tepat waktu atau asas kesenangan : Harus dipungut pada saat yang tepat bagi wajib pajak (saat yang paling baik), misalnya saat wajib pajak baru menerima penghasilannya atau saat wajib pajak menerima hadiah. Asas Effeciency atau asas efesien atau asas ekonomis: Biaya pemungutan pajak diusahakan sehemat mungkin, jangan sampai terjadi biaya pemungutan pajak lebih besar dari hasil pemungutan pajak.

Jenis-jenis pajak Ada beberapa jenis pajak yang berlaku di Indonesia. Pajak tersebut terbagi menjadi tiga yaitu berdasarkan pihak yang menanggung, berdasarkan pihak yang memungut, serta berdasarkan sifar.  Berikut ini penjelasan jenis-jenis pajak, merangkum dari Sumber Belajar Kemendikbud Ristek.

1. Pajak berdasarkan pihak yang memungut Pajak pusat/negara: Dipungut oleh pemerintah pusat melalui Dirjen Pajak, Dirjen Bea Cukai, Pajak Bumi dan Bangunan, dan lain-lain. Pajak daerah: Dipungut oleh pemerintah daerah baik pemerintah Provinsi maupun pemerintah Kabupaten/Kota. Contohnya seperti pajak hotel dan restoran serta pajak reklame. 

2. Pajak berdasarkan pihak penanggung atau sasarannya Pajak subjektif: Berdasarkan kondisi keadaan subjek atau orang membayar pajak seperti pajak penghasilan dan pajak kekayaan Pajak objektif: Berdasarkan objek tanpa memperhatikan kondisi pembayar pajak, contohnya seperti Pajak Bumi dan Bangunan serta Pajak Pertambahan Nilai (PPN). 

3. Pajak berdasarkan sifatnya Pajak langsung: Pajak yang wajib ditanggung sendiri oleh wajib pajak dan tidak boleh dialihkan ke pihak lainnya. Contohnya Pajak Penghasilan (PPh), Pajak kendaraan bermotor. Pajak tidak langsung: Pajak yang wajib dibayarkan oleh pihak tertentu dan dapat dilimpahkan ke orang lain baik sepenuhnya maupun sebagian. Contohnya seperti PPN dan bea impor. 

17 Juli 2023 Robertus Ballarminus Leave a comment

Catat! Jasa Endorsement Juga Dikenakan Pajak Natura

Share Button

KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Kementerian Keuangan (Kemenkeu) resmi menerbitkan aturan teknis terkait pengenaan pajak natura/kenikmatan. Hal tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 66 Tahun 2023.

Dalam beleid tersebut juga memuat tentang penerapan pajak penghasilan atas natura atau kenikmatan dari jasa endorsement.

Untuk diketahui, para pelaku endorsement juga akan menerima penghasilan atas setiap promosi yang ia lakukan. 

Nah, penghasilan dari kegiatan tersebut akan dikenakan pajak penghasilan (PPh) yang harus dibayarkan dan dilaporkan.

Sementara pada Pasal 22 PMK 66/2023, penilaian penghasilan berupa penggantian atau imbalan dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan didasarkan pada dua ketentuan. 

Pertama, nilai pasar untuk penggantian atau imbalan dalam bentuk natura.

Kedua, jumlah biaya yang dikeluarkan atau seharusnya dikeluarkan pemberi untuk penggantian atau imbalan dalam bentuk kenikmatan.

Untuk mengetahui penerapan pajak natura untuk jasa endorsement, pemerintah telah memberikan contoh kasus dalam PMK 66/2023 sebagai berikut :

Contoh 1

Nona JA seorang bintang iklan menandatangani kontrak dengan PT JZ, sebuah perusahaan kosmetik, untuk mengiklankan produk kosmetiknya di sosial media. Atas jasanya tersebut, pada bulan Desember 2023 Nona JA menerima penggantian atau imbalan dalam bentuk paket alat-alat kosmetik dari PT JZ. Harga pokok penjualan alat-alat kosmetik diketahui sebesar Rp 10 juta.

Dalam hal ini, Nona JA menerima penghasilan dalam bentuk natura pada bulan Desember 2023 yang menjadi objek pemotongan PPh Pasal 21 sebesar Rp 10 juta.

Contoh 2

PT JB memberikan jasa pembasmian hama kepada PT JY. Atas jasanya ini, pada bulan Agustus 2023 PT JB menerima penggantian atau imbalan dalam bentuk seperangkat pestisida dan alat-alat pembasmi hama dari PT JY. 

Harga pokok penjualan seperangkat pestisida dan alat-alat pembasmi hama tersebut diketahui sebesar Rp 50 juta.

Dalam hal ini, PT JB menerima penghasilan dalam bentuk natura pada bulan Agustus 2023 yang menjadi objek pemotongan PPh Pasal 23 sebesar Rp 50 juta.

7 Juli 2023 Robertus Ballarminus Leave a comment

Siap-siap, Aturan Pajak Natura Segera Terbit Bulan Ini

Share Button

PAJAK – JAKARTA. Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) tengah mempersiapkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) yang akan mengatur ketentuan teknis pajak natura.

Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Kepatuhan Pajak Yon Arsal mengatakan, aturan tersebut sudah selesai proses harmonisasi. Dengan begitu, aturan pajak natura dipastikan bisa terbit pada bulan ini sehingga dapat memberikan kepastian bagi wajib pajak (WP).

“Setahu saya proses harmonisasi sudah selesai. Tinggal penyisiran dan administrasi untuk penerbitan. Mudah-mudahan segera terbit,” ujar Yon kepada Kontan.co.id, Rabu (7/6).

Meski aturan tersebut belum juga terbit, namun fasilitas kendaraan kantor yang diterima karyawan perusahaan manajerial akan menjadi salah satu natura atau kenikmatan yang akan terkena pajak penghasilan (PPh).

Seperti yang diketahui, pemerintah telah menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) baru untuk melaksanakan ketentuan pajak penghasilan (PPh) dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).

PP yang dimaksud adalah PP Nomor 55 Tahun 2022 yang salah satunya mengatur terkait pajak yang diberikan perusahaan alias pajak natura.

Dalam Pasal 30 PP tersebut, pemberi kerja atau pemberi pengganti imbalan dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan wajib melakukan pemotongan PPh sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan-undangan di bidang perpajakan.

Namun, ada beberapa daftar natura dan/atau kenikmatan yang akan dikecualian dari objek PPh. Mulai dari makanan minuman yang disediakan di tempat kerja, fasilitas komputer atau laptop, hingga bingkisan yang diberikan perusahaan kepada karyawan di hari keagamaan besar seperti natal dan lebaran.

15 Juni 2023 Robertus Ballarminus Leave a comment

Aturan Teknis Pajak Natura Masih Proses Harmonisasi

Share Button

KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Pemerintah tengah menggodok Peraturan Menteri Keuangan (PMK) yang akan mengatur ketentuan teknis pajak natura.

Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Kepatuhan Pajak Yon Arsal mengatakan, aturan teknis pajak tersebut masih dalam proses harmonisasi.

“Sekarang masih diharmonisasi ya, mudah-mudahan segera selesai,” ujar Yon saat ditemui di hotel Aryaduta, Jakarta Pusat, Rabu (3/5).

Ia bilang, aturan tersebut sudah diserahkan kepada Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham). Namun dirinya tidak menyebutkan kapan aturan tersebut akan terbit.

“Seingat saya kalau tidak salah sudah disana ya,” katanya.

Ditanya apakah aturan tersebut akan tetap terbit di Semester I-2023 ini, Yon berharap aturan tersebut bisa terbit secepatnya untuk memberikan kepastian bagi wajib pajak.

“Kalau pak Dirjen (Suryo Utomo) dan bu Menkeu (Sri Mulyani) arahannya secepat mungkinlah,” ujar Yon.

Seperti yang diketahui, pemerintah telah menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) baru untuk melaksanakan ketentuan pajak penghasilan (PPh) dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).

PP yang dimaksud adalah PP Nomor 55 Tahun 2022 yang salah satunya mengatur terkait pajak yang diberikan perusahaan alias pajak natura.

Dalam Pasal 30 PP tersebut, pemberi kerja atau pemberi pengganti imbalan dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan wajib melakukan pemotongan PPh sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan-undangan di bidang perpajakan.

Sebelumnya, Direktur Jenderal Pajak Suryo Utomo mengatakan, pemotongan pajak penghasilan atas natura dan/atau kenikmatan yang diterima wajib pajak baru akan mulai berlaku pada awal semester II-2023.

Hal ini dilakukan lantaran pihaknya masih perlu menyosialisasikan kepada masyarakat dan wajib pajak terkait pemotongan PPh atas natura dan/atau kenikmatan.

Selain itu, DJP juga perlu menyelesaikan detail dan memberitahu mana saja yang akan dipotong PPh dan tidak dipotong dengan mempertimbangkan sisi keadilan dan kepantasan. Nantinya, hal tersebut akan tertuang dalam PMK sehingga tidak terjadi kesalahan pemotongan.

“Kira-kira April sampai Semester I-2023 transisi untuk kami selesaikan detailnya, supaya lebih berkeadilan, memberi kepantasan. Si pemotong pemungut paham, daripada salah potong, jadi clear untuk klasifikasi barang dan jasa akan lebih jelas,” ujar Suryo dalam media briefing, November tahun lalu.

4 Mei 2023 Robertus Ballarminus Leave a comment

Intip Mekanisme Pembayaran Pajak Karbon

Share Button

KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Pemerintah menjelaskan tata cara pelaksanaan hak dan pemenuhan kewajiban pajak karbon.

Ini tertuang dalam aturan turunan Undang-Undang (UU) Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP), yaitu Peraturan Pemerintah (PP) no 50 tahun 2022 yang baru terbit awal bulan ini.

Pasal 69 Ayat (2) menjelaskan, pajak karbon dilunasi dengan cara dibayar sendiri oleh wajib pajak atau dipungut oleh pemungut pajak karbon.

Dalam hal ini, wajib pajak merupakan orang pribadi atau badan yang memenuhi persyaratan objektif seperti yang dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1) UU HPP dan persyaratan subjektif sebagaimana diatur dalam Pasal 13 ayat (5) UU HPP.

Wajib pajak yang melakukan aktivitas yang menghasilkan emisi karbon wajib menyampaikan Surat Pemberitahuan tahunan (SPT) dan Surat Pemberitahuan Masa untuk melaporkan penghitungan dan/atau membayar pajak karbon.

Ini sesuai dengan ketentuan dalam pasal 3 ayat (1) UU Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP).

Untuk penyampaian SPT paling lama empat bulan setelah akhir tahun kalender. Sedangkan untuk Surat Pemberitahuan Masa paling lama 20 hari setelah akhir masa pajak.

Bila surat pemberitahuan tidak disampaikan sesuai jangka waktu yang ditetapkan, akan ada sanksi administratif yang menunggu para wajib pajak.

Besarannya, bagi yang terlambat menyampaikan SPT, sebesar sanksi administratif keterlambatan penyampaian SPT pajak penghasilan (PPh) Badan.

Kemudian untuk yang terlambat menyampaikan Surat Pemberitahuan Masa mendapat sanksi sebesar sanksi administratif keterlambatan penyampaian Surat Pemberitahuan Masa pajak pertambahan nilai (PPN).

Kemudian, Pasal 70 ayat (1) mengungkapkan, wajib pajak wajib melakukan penataan atas aktivitas yang menghasilkan emisi karbon dan/atau penjualan barang yang mengandung karbon.

Ini berfungsi untuk menghitung besarnya pajak karbon yang terutang.

Pencatatan bisa bersumber dari catatan, dokumen, dan/atau data yang wajib dikelola atau disimpan.

Bila wajib pajak tak melakukan kewajiban ini, maka wajib pajak dikenakan sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dalam UU KUP.

16 Desember 2022 Robertus Ballarminus Leave a comment

Pemerintah akan Berikan Insentif Pajak untuk Industri Tekstil dan Garmen

Share Button

KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Kementerian Keuangan (Kemenkeu) tengah mengkaji pemberian insentif pajak bagi industri padat karya di tahun depan, termasuk didalamnya industri garmen dan tekstil. Berdasarkan sumber KONTAN, insentif pajak yang dimaksud adalah pajak yang ditanggung pemerintah (DTP).

“Bisa berupa pajak penghasilan (PPh) maupun pajak pertambahan nilai (PPN),” ujar sumber Kontan.co.id yang enggan disebutkan namanya, Kamis (10/11). Untuk diketahui, pemerintah melalui Kementerian Keuangan (Kemenkeu) masih akan memberikan insentif pajak di tahun depan. Dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2023 anggaran yang disiapkan adalah senilai Rp 41,5 triliun.

Berdasarkan sumber KONTAN, anggaran senilai Rp 41,5 triliun di tahun 2023 nantinya akan termasuk didalamnya insentif untuk industri tekstil dan garmen. Pasalnya, saat ini industri tersebut mengalami tekanan sejalan dengan banjirnya produk impor serta kenaikan harga bahan baku.

“(Pemberian insentif) fokus pada sektor padat karya yang sedang mengalami kontraksi, garment salah satunya. Saat ini skema dan penentuan insentifnya masih dalam tahap penggodokan di Kemenkeu,”ujar sumber yang berhasil dihubungi Kontan.co.id, Kamis (10/11).

Direktur Center of Economics and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira sepakat apabila pemerintah memberikan insentif pajak di tahun depan agar difokuskan kepada industri padat karya yang berorientasi ekspor, sebut saja seperti sektor tekstil.

Namun dirinya menilai, pemberian insentif tersebut harus dibarengi dengan persyaratan yang ketat, misalnya saja dilarang untuk melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) sepihak. Menurutnya, apabila pelaku usaha yang melanggar persyaratan tersebut, maka pemerintah bisa mencabut pemberian tersebut.

“Untuk sektor padat karya PPh 21 ditanggung pemerintah, diskon tarif listrik hingga 60% di beban puncak dan relaksasi PPN dari 11% menjadi 7% bisa bantu sisi biaya pasokan dan menaikkan sisi permintaan,” ujar Bhima kepada Kontan.co.id.

Sepakat dengan Bhima, Wakil Direktur Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Eko Listiyanto mengatakan bahwa pemerintan perlu fokus dalam memberikan insentif pada industri padat karya.

Lantaran, Eko melihat industri padat karya seperti sektor tekstil sedang mengalami pesanan dari global yang sedang menurun. “Misalnya (insentif) pengurangan pajak PPh Badan selama 6 bulan,” kata Eko.

Ekonom Makroekonomi dan Pasar Keuangan LPEM FEB UI Teuku Riefky menambahkan, pemberian insentif untuk sektor-sektor yang memiliki nilai tambah juga penting untuk mendukung hilirisasi , misalnya saja industri pengolahan nikel , besi baja, serta sektor-sektor yang mempunyai multiplier effect lainnya.

17 November 2022 Robertus Ballarminus Leave a comment

Pemerintah Bakal Genjot Penerimaan Pajak Transaksi Digital, Ini Alasannya

Share Button

KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak Kementerian Keuangan berniat mengejar target penerimaan pajak dengan upaya mengoptimalkan penerimaan pajak transaksi digital.

Pasalnya, ancaman resesi yang menghantui perekonomian global akan berpengaruh negatif terhadap penerimaan pajak, khususnya jenis pajak pajak pertambahan nilai (PPN).

Kepala Subdit Peraturan PPN Perdagangan, Jasa, dan Pajak Tidak Langsung Lainnya Ditjen Pajak Bonarsius Sipayung mengatakan bahwa kondisi global yang diprediksi gelap gulita di tahun depan akan berdampak kepada penerimaan pajak, utamanya adalah penerimaan PPN. Terlebih lagi, sektor-sektor yang banyak melakukan ekspor akan ikut terdampak potensi resesi global.

Menurutnya, sebagai pajak atas konsumsi dimana dalam penerapan pengenaannya di setiap mata rantai produksi dan distribusi, maka penerimaan PPN akan sensitif dengan kondisi ekonomi. Oleh sebab itu, Ia mengatakan bahwa resesi yang akan menghantui perekonomian di seluruh dunia akan berpengaruh negatif terhadap penerimaan PPN.

Untuk itu, Bonarsius mengungkapkan, Ditjen Pajak akan mengoptimalkan penerimaan pajak dari pungutan transaksi digital. Apalagi dalam era digitalisasi seperti ini, penerimaan PPN sangat berpotensi menjadi primadona sumber penerimaan dengan syarat negara siap melakukan perubahan agar potensi pajak transaksi digital bisa dioptimalkan.

“Pemerintah akan mengoptimalkan penerimaan dari transaksi digital,” ujar Bonarsius kepada Kontan.co.id, Minggu (13/11).

Kementerian Keuangan mencatat realisasi penerimaan pajak pertambahan nilai (PPN) dan pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM) hingga September 2022 sebesar Rp 504,45 triliun atau setara 78,94% dari target.

Sementara itu, penerimaan PPN dari perdagangan melalui sistem elektronik (PPN PMSE) telah mencapai Rp 9,17 triliun hingga Oktober 2022.

Sebelumnya, Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Pengawasan Pajak Nufransa Wisa Sakti mengatakan, kinerja penerimaan pajak sangat dipengaruhi oleh melonjaknya harga komoditas seiring dengan adanya permintaan yang melonjak.

“”Belum tentu juga di tahun depan akan kondisi seperti apa. Apakah nanti ada stabilan baru sehingga nanti agaknya harga-harga komoditas itu tidak berpengaruh pada penerimaan kita,” ujar Nufransa dalam Poscast Cermati Episode 5: Pajak Melonjak?,” Selasa (11/10).

Untuk itu, pihaknya akan terus mewaspadai kondisi global dan diharapkan tidak selamanya akan bergantung kepada windfall komoditas dalam mendulang penerimaan pajak apabila di tahun depan ada ekuilibrium atau harga keseimbangan.

“Tentu saja berharap walaupun maksudnya nanti harganya itu mencapai ekuilibrium baru yang tentu saja mungkin terjadi, kalau sekarang kan harganya sudah mulai turun. Kita tidak lagi terlalu berharap untuk ke sini (windfall komoditas),” tambah dia.

17 November 2022 Robertus Ballarminus Leave a comment

Posts navigation

← Previous 1 … 4 5 6 … 37 Next →

Pos-pos Terbaru

  • Penerimaan Pajak Seret, Pemerintah Kerahkan “Surat Cinta” hingga Penagihan Langsung
  • Karyawan Hotel dan Restoran Bebas Pajak Hingga Akhir 2025
  • Soal Rencana Penurunan Tarif PPN, Purbaya: Kita Pikir-Pikir Dulu
  • Lapor SPT 2025, Data Gaji Karyawan Akan Terisi Otomatis di Coretax
  • Purbaya Luncurkan Layanan Aduan Pajak dan Bea Cukai via WhatsApp

Find Us

Powered by WordPress | theme SG Simple