Konsultan Pajak Lukman Tax Center

Konsultan Pajak Lukman Tax Center

Konsultan Pajak Lukman Tax Center
  • Amnesti Pajak
  • Downloads
    • Download E-Faktur
    • Formulir Pajak
  • Tanya Jawab
  • Contact
  • Profile

All posts by Robertus Ballarminus

Intip Mekanisme Pembayaran Pajak Karbon

Share Button

KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Pemerintah menjelaskan tata cara pelaksanaan hak dan pemenuhan kewajiban pajak karbon.

Ini tertuang dalam aturan turunan Undang-Undang (UU) Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP), yaitu Peraturan Pemerintah (PP) no 50 tahun 2022 yang baru terbit awal bulan ini.

Pasal 69 Ayat (2) menjelaskan, pajak karbon dilunasi dengan cara dibayar sendiri oleh wajib pajak atau dipungut oleh pemungut pajak karbon.

Dalam hal ini, wajib pajak merupakan orang pribadi atau badan yang memenuhi persyaratan objektif seperti yang dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1) UU HPP dan persyaratan subjektif sebagaimana diatur dalam Pasal 13 ayat (5) UU HPP.

Wajib pajak yang melakukan aktivitas yang menghasilkan emisi karbon wajib menyampaikan Surat Pemberitahuan tahunan (SPT) dan Surat Pemberitahuan Masa untuk melaporkan penghitungan dan/atau membayar pajak karbon.

Ini sesuai dengan ketentuan dalam pasal 3 ayat (1) UU Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP).

Untuk penyampaian SPT paling lama empat bulan setelah akhir tahun kalender. Sedangkan untuk Surat Pemberitahuan Masa paling lama 20 hari setelah akhir masa pajak.

Bila surat pemberitahuan tidak disampaikan sesuai jangka waktu yang ditetapkan, akan ada sanksi administratif yang menunggu para wajib pajak.

Besarannya, bagi yang terlambat menyampaikan SPT, sebesar sanksi administratif keterlambatan penyampaian SPT pajak penghasilan (PPh) Badan.

Kemudian untuk yang terlambat menyampaikan Surat Pemberitahuan Masa mendapat sanksi sebesar sanksi administratif keterlambatan penyampaian Surat Pemberitahuan Masa pajak pertambahan nilai (PPN).

Kemudian, Pasal 70 ayat (1) mengungkapkan, wajib pajak wajib melakukan penataan atas aktivitas yang menghasilkan emisi karbon dan/atau penjualan barang yang mengandung karbon.

Ini berfungsi untuk menghitung besarnya pajak karbon yang terutang.

Pencatatan bisa bersumber dari catatan, dokumen, dan/atau data yang wajib dikelola atau disimpan.

Bila wajib pajak tak melakukan kewajiban ini, maka wajib pajak dikenakan sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dalam UU KUP.

16 Desember 2022 Robertus Ballarminus Leave a comment

Pemerintah akan Berikan Insentif Pajak untuk Industri Tekstil dan Garmen

Share Button

KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Kementerian Keuangan (Kemenkeu) tengah mengkaji pemberian insentif pajak bagi industri padat karya di tahun depan, termasuk didalamnya industri garmen dan tekstil. Berdasarkan sumber KONTAN, insentif pajak yang dimaksud adalah pajak yang ditanggung pemerintah (DTP).

“Bisa berupa pajak penghasilan (PPh) maupun pajak pertambahan nilai (PPN),” ujar sumber Kontan.co.id yang enggan disebutkan namanya, Kamis (10/11). Untuk diketahui, pemerintah melalui Kementerian Keuangan (Kemenkeu) masih akan memberikan insentif pajak di tahun depan. Dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2023 anggaran yang disiapkan adalah senilai Rp 41,5 triliun.

Berdasarkan sumber KONTAN, anggaran senilai Rp 41,5 triliun di tahun 2023 nantinya akan termasuk didalamnya insentif untuk industri tekstil dan garmen. Pasalnya, saat ini industri tersebut mengalami tekanan sejalan dengan banjirnya produk impor serta kenaikan harga bahan baku.

“(Pemberian insentif) fokus pada sektor padat karya yang sedang mengalami kontraksi, garment salah satunya. Saat ini skema dan penentuan insentifnya masih dalam tahap penggodokan di Kemenkeu,”ujar sumber yang berhasil dihubungi Kontan.co.id, Kamis (10/11).

Direktur Center of Economics and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira sepakat apabila pemerintah memberikan insentif pajak di tahun depan agar difokuskan kepada industri padat karya yang berorientasi ekspor, sebut saja seperti sektor tekstil.

Namun dirinya menilai, pemberian insentif tersebut harus dibarengi dengan persyaratan yang ketat, misalnya saja dilarang untuk melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) sepihak. Menurutnya, apabila pelaku usaha yang melanggar persyaratan tersebut, maka pemerintah bisa mencabut pemberian tersebut.

“Untuk sektor padat karya PPh 21 ditanggung pemerintah, diskon tarif listrik hingga 60% di beban puncak dan relaksasi PPN dari 11% menjadi 7% bisa bantu sisi biaya pasokan dan menaikkan sisi permintaan,” ujar Bhima kepada Kontan.co.id.

Sepakat dengan Bhima, Wakil Direktur Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Eko Listiyanto mengatakan bahwa pemerintan perlu fokus dalam memberikan insentif pada industri padat karya.

Lantaran, Eko melihat industri padat karya seperti sektor tekstil sedang mengalami pesanan dari global yang sedang menurun. “Misalnya (insentif) pengurangan pajak PPh Badan selama 6 bulan,” kata Eko.

Ekonom Makroekonomi dan Pasar Keuangan LPEM FEB UI Teuku Riefky menambahkan, pemberian insentif untuk sektor-sektor yang memiliki nilai tambah juga penting untuk mendukung hilirisasi , misalnya saja industri pengolahan nikel , besi baja, serta sektor-sektor yang mempunyai multiplier effect lainnya.

17 November 2022 Robertus Ballarminus Leave a comment

Pemerintah Bakal Genjot Penerimaan Pajak Transaksi Digital, Ini Alasannya

Share Button

KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak Kementerian Keuangan berniat mengejar target penerimaan pajak dengan upaya mengoptimalkan penerimaan pajak transaksi digital.

Pasalnya, ancaman resesi yang menghantui perekonomian global akan berpengaruh negatif terhadap penerimaan pajak, khususnya jenis pajak pajak pertambahan nilai (PPN).

Kepala Subdit Peraturan PPN Perdagangan, Jasa, dan Pajak Tidak Langsung Lainnya Ditjen Pajak Bonarsius Sipayung mengatakan bahwa kondisi global yang diprediksi gelap gulita di tahun depan akan berdampak kepada penerimaan pajak, utamanya adalah penerimaan PPN. Terlebih lagi, sektor-sektor yang banyak melakukan ekspor akan ikut terdampak potensi resesi global.

Menurutnya, sebagai pajak atas konsumsi dimana dalam penerapan pengenaannya di setiap mata rantai produksi dan distribusi, maka penerimaan PPN akan sensitif dengan kondisi ekonomi. Oleh sebab itu, Ia mengatakan bahwa resesi yang akan menghantui perekonomian di seluruh dunia akan berpengaruh negatif terhadap penerimaan PPN.

Untuk itu, Bonarsius mengungkapkan, Ditjen Pajak akan mengoptimalkan penerimaan pajak dari pungutan transaksi digital. Apalagi dalam era digitalisasi seperti ini, penerimaan PPN sangat berpotensi menjadi primadona sumber penerimaan dengan syarat negara siap melakukan perubahan agar potensi pajak transaksi digital bisa dioptimalkan.

“Pemerintah akan mengoptimalkan penerimaan dari transaksi digital,” ujar Bonarsius kepada Kontan.co.id, Minggu (13/11).

Kementerian Keuangan mencatat realisasi penerimaan pajak pertambahan nilai (PPN) dan pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM) hingga September 2022 sebesar Rp 504,45 triliun atau setara 78,94% dari target.

Sementara itu, penerimaan PPN dari perdagangan melalui sistem elektronik (PPN PMSE) telah mencapai Rp 9,17 triliun hingga Oktober 2022.

Sebelumnya, Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Pengawasan Pajak Nufransa Wisa Sakti mengatakan, kinerja penerimaan pajak sangat dipengaruhi oleh melonjaknya harga komoditas seiring dengan adanya permintaan yang melonjak.

“”Belum tentu juga di tahun depan akan kondisi seperti apa. Apakah nanti ada stabilan baru sehingga nanti agaknya harga-harga komoditas itu tidak berpengaruh pada penerimaan kita,” ujar Nufransa dalam Poscast Cermati Episode 5: Pajak Melonjak?,” Selasa (11/10).

Untuk itu, pihaknya akan terus mewaspadai kondisi global dan diharapkan tidak selamanya akan bergantung kepada windfall komoditas dalam mendulang penerimaan pajak apabila di tahun depan ada ekuilibrium atau harga keseimbangan.

“Tentu saja berharap walaupun maksudnya nanti harganya itu mencapai ekuilibrium baru yang tentu saja mungkin terjadi, kalau sekarang kan harganya sudah mulai turun. Kita tidak lagi terlalu berharap untuk ke sini (windfall komoditas),” tambah dia.

17 November 2022 Robertus Ballarminus Leave a comment

Selamat! Orang RI dengan Kategori Ini Bebas Dari Pajak

Share Button

Jakarta, CNBC Indonesia – Pemerintah memberikan kelonggaran kepada beberapa kelompok masyarakat atas kewajiban perpajakan. Bahkan ada yang sengaja dikecualikan dari kewajiban untuk membayar pajak penghasilan (PPh).

Berdasarkan UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP), yang dikutip CNBC Indonesia, Senin (17/10/2022), kelompok yang dimaksud adalah para pedagang yang usahanya dijalankan sendiri atau UMKM orang pribadi. Contohnya, para pedagang warteg, warung kopi dan warmindo dengan syarat omset maksimal Rp 500 juta per tahun.

Sebelumnya, pelaku UMKM individu semua dikenakan pajak karena tidak ada pengaturan batasan omset yang dikenakan pajak. Misalnya, penghasilan per tahun hanya Rp 50 juta atau bahkan Rp 100 juta per tahun tetap dikenakan PPh final 0,5%.

Namun dengan adanya aturan terbaru yakni UU tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan yang sudah disahkan dalam rapat Paripurna DPR RI, para UMKM individu hanya perlu membayar pajak jika omset per tahun di atas Rp 500 juta.

Selanjutnya adalah masyarakat yang gajinya di bawah Rp 4,5 juta per bulan. Para pekerja berpenghasilan kecil ini tidak dikenakan pajak dikarenakan, pemerintah tidak mengubah batas Penghasilan Tidak kena Pajak (PTKP). PTKP saat ini masih tetap Rp 4,5 juta per bulan atau Rp 54 juta per tahun.

Artinya, yang dikenakan pajak adalah penghasilan di atas PTKP tersebut. Misalnya pekerja dengan gaji Rp 4,6 juta ke atas sudah pasti dikenakan pajak setiap tahunnya meski tarifnya tidak sebesar orang kaya dan super kaya.

26 Oktober 2022 Robertus Ballarminus Leave a comment

22 Juta Wajib Pajak Telah Bisa Gunakan NIK Sebagai NPWP

Share Button

KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak Kementerian Keuangan melaporkan, hingga 18 Oktober 2022 tercatat sudah ada 22 juta Nomor Induk Kependudukan (NIK) yang sudah dilakukan validasi menjadi nomor pokok wajib pajak (NPWP).

Hal tersebut dikatakan Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Ditjen Pajak Neilmaldrin Noor dalam Seminar Nasional Perpajakan, Kamis (20/10). Pihaknya juga akan terus melakukan perbaikan atau pemadanan di mana masih ada sekitar 30 juta NIK yang perlu dikonfirmasi dan ada 15 juta NIK yang bisa dimuktahirkan.

“Sampai dengan 18 Oktober kemarin, data yang kami himpun, sudah ada sebanyak 22 juta NIK yang statusnya sudah valid,” kata Neilmaldrin, Kamis (20/10).

Neilmaldrin mengatakan, pihaknya akan terus melakukan sosialisadi dan edukasi kepada masyarakat sehingga proses integrasi NIK menjadi Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) bisa berjalan dengan efektif. Selain itu, dalam mengkomunikasikan suatu kebijakan baru, Ditjen Pajak juga telah melakukan berbagai edukasi dan sosialisasi melalui berbagai macam kanal dan para stakeholder.

“Jadi memang ini adalah suatu kesempatan untuk kami dalam forum-forum seperti ini untuk menjelaskan bahwa Ditjen Pajak sunguh-sungguh melakukan efoor untuk kita semua meningkatkan pelayanan,” katanya.

Ia menyebut, pengintegrasian NIK menjadi NPWP ini bertujuan untuk meningkatkan pelayanan kepada wajib pajak dan memudahkan wajib pajak dalam administrasi perpajakan dengan menggunakan identitas tunggal. Sehingga wajib pajak tidak perlu lagi memiliki atau menghafal dua nomor sekaligus, namun hanya menggunakan NIK yang mungkin sudah umum dan lebih masif digunakan masyarakat.

Berdasaran Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 112/PMK.03/2022, ada tiga format baru NPWP yang digunakan. Pertama, wajib pajak orang pribadi (WP OP) yang merupakan penduduk nantinya menggunakan NIK.

Kedua, bagi WP OP bukan penduduk, wajib pajak badan, dan wajib pajak instansi pemerintah maka menggunakan NPWP dengan format 16 digit. Ketiga, bagi wajib pajak cabang maka akan diberikan Nomor Identitas Tempat Kegiatan Usaha (NITKU).

Saat dihubungi Kontan.co.id, Neilmaldrin tidak menyebutkan target yang ditetapkan di tahun ini maupun di tahun depan. Namun yang pasti, Ditjen Pajak akan terus melakukan validasi sehingga wajib pajak bisa melakukan administrasi pajak dengan menggunakan NIK.

“Kita terus lakukan validasinya, baik secara mandiri oleh wajib pajak maupun oleh Ditjen Pajak,” ujar Neilmaldrin kepada Kontan.co.id, Kamis (20/10).

Sebagai informasi, untuk implementasi penggunaan format baru ini telah dimulai pada 14 Juli 2022 kemarin. Adapun sampai 31 Desember 2023, NIK dan NPWP dengan format 16 digit dilakukan pada layanan administrasi perpajakan masih dilakukan secara terbatas.

Sementara per 1 Januari 2024, seluruh layanan administrasi perpajakan dan layanan lain yang membutuhkan NPWP sudah menggunakan NPWP dengan format baru.

26 Oktober 2022 Robertus Ballarminus Leave a comment

Soal Pajak Karbon, Kapan Akan Diberlakukan?

Share Button

KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Indonesia masih gamang untuk menerapkan pajak karbon. Pemerintah masih menunggu waktu yang tepat untuk menerapkan pajak karbon.

Penerapan pajak karbon akan disesuaikan dengan kondisi perekonomian Indonesia.

Meski begitu, Kementerian Keuangan saat ini berencana menerbitkan tiga roadmap yaitu roadmap transisi energi, roadmap pasar karbon dan juga roadmap pajak karbon yang diusahakan akan rampung sebelum puncak Konferensi Tingkat Tinggi (KTT G20) di Bali. Nantinya, penerapan aturan tersebut harus diharmonisasikan dengan tiga roadmap tersebut.

Hal tersebut disampaikan Staf Khusus Menteri Keuangan Masyita Crystallin dalam acara HSBC Summit 2022 Powering The Transisition to Net Zero, Rabu (14/8).

“Kita menyiapkan roadmap dan regulasi yang bisa melakukan transaksi itu sebelum November tahun ini di mana ada G20 Indonesia, mudah-mudahan Indonesia sudah bisa mengumumkan projek-projek transisi energi,” ujar Masyita dalam acara tersebut, Senin (19/9).

Saat ini, Kementerian Keuangan sedang menggodok agar pengenaan roadmap tersebut nantinya mendapatkan harga yang tepat dan juga tidak membebani perekonomian terlalu besar. Ia menegaskan, implementasi pajak karbon itu tidak hanya semata untuk mengejar penerimaan negara saja, melainkan untuk menunjang pasar karbon.

“Jadi untuk roadmap, roadmap carbon tax tidak bisa berdiri sendiri dari roadmap energy transisition dan roadmap carbon market, karena dia akan bicara barang yang sama,” ucap Masyita.

Asal tahu saja, pajak karbon sebelumnya direncanakan bakal diterapkan pada April 2022, namun rencana tersebut ditunda dan bergeser menjadi Juli 2022. Namun rencana tersebut diundur lagi mengingat penerapannya akan disesuaikan dengan kondisi ekonomi.

ketua Komite Analisis Kebijakan Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Ajib Hamdani mengatakan, pajak karbon tetap harus diterapkan dengan segera. Lantaran, pajak karbon sudah menjadi amanat di Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2022 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP).

Pasal 13 UU HPP tersebut menyebutkan bahwa pajak atas emisi karbon ini diberlakukan karena memberikan dampak negatif atas lingkungan hidup. Bahkan Pasal 17 Ayat (3) secara jelas memerintahkan agar pengenaan ini mulai berlaku sejak 1 April 2022 bersamaan dengan kebijakan pemerintah yang menaikkan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) dari 10% menjadi 11%.

“Pemerintah secara konsisten menaikkan tarif PPN ini, tetapi menunda pelaksanaan pemungutan pajak karbon,” ujar Ajib kepada Kontan.co.id, Senin (19/9).

Ajib juga bilang, penundaan pajak karbon bukan menjadi opsi yang ideal. Pasalnya pemerintah berkomitmen dalam membuat paket kebijakan komprehensif untuk mengurangi emisi dan sebagai stimulus untuk transisi ekonomi hijau yang berkelanjutan.

“Untuk keamanan fiskal berkelanjutan di 2023, pemerintah juga membutuhkan sumber pembiayaan yang sustain,” katanya.

Sebelumnya Menteri Keuangan Sri Mulyani juga mengatakan bahwa penerapan pajak karbon harus diimplementasikan dengan kehati-hatian, utamanya di tengah ancaman krisis energi dan pangan di dunia. Adapun implementasi kebijakan pajak karbon tinggal menunggu momentum yang paling tepat. Terutama melihat kondisi perkembangan perekonomian Indonesia ke depannya.

“Rencana ini perlu terus dikalibrasi mengingat masih rentan dan rapuhnya pemulihan ekonomi kita, terutama akibat pandemi dan sekarang dilanda krisis pangan dan energi,” tutur Sri Mulyani dalam HSBC Summit 2022 Powering The Transition to Net Zero, Rabu (14/9).

22 September 2022 Robertus Ballarminus Leave a comment

Cara Mudah Membuat NPWP Online di pajak.go.id dan Syarat Membuatnya Artikel ini telah tayang di Kontan.co.id dengan judul “Cara Mudah Membuat NPWP Online di pajak.go.id dan Syarat Membuatnya”,

Share Button

KONTAN.CO.ID – Anda belum memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP)? Sekarang Anda bisa membuat NPWP secara online dengan mempersiapkan beberapa persyaratan. Anda bisa membuat NPWP pribadi secara online tanpa harus datang ke kantor pajak, cukup melalui situs pajak.go.id. 

NPWP wajib dimiliki oleh masyarakat baik Warga Negara Indonesia (WNI) maupun Warga Negara Asing (WNA) yang memiliki penghasilan tetap wajib pajak tahunan.  Ada dua jenis NPWP yaitu NPWP pribadi dan NPWP badan. NPWP pribadi wajib dimiliki oleh masyarakat yang memiliki penghasilan tetap di Indonesia.  Sedangkan NPWP badan wajib dimiliki oleh perusahaan yang memiliki penghasilan tetap di Indonesia. 

Berikut ini syarat dan cara membuat NPWP secara online di situs pajak.go.id, dirangkum dari Instagram @indonesiabaik.id dan Helpdesk Online Pajak. Syarat membuat NPWP secara online 1. Wajib pajak orang pribadi yang tidak menjalankan usaha  Fotokopi KTP bagi WNI. Fotokopi Paspor dan Kartu Izin Tinggal Sementara/Kartu Izin Tinggal Tetap bagi WNA. 2. Wajib pajak orang pribadi yang menjalankan usaha (pekerja bebas) Fotokopi KTP bagi WNI. Fotokopi paspor dan KITAS/KITAP bagi WNA. Surat pernyataan bermaterai yang menerangkan kegiatan usaha dan lokasi kegiatan usaha. Keterangan tertulis maupun elektronik dari penyedia jasa aplikasi online yang menerangkan bahwa Anda merupakan mitra usaha penyedia jasa aplikasi online. 3. Perempuan yang ingin melaksanakan hak dan kewajiban pajak terpisah dari suami  Fotokopi KTP bagi WNI. Fotokopi Paspor dan KITAS/KITAP bagi WNA. Fotokopi kartu NPWP suami. Dokumen perpajakan luar negeri jika suami adalah WNA. Fotokopi Kartu Keluarga. Fotokopi akta perkawinan. Fotokopi surat perjanjian pemisahan penghasilan dan harta atau surat pernyataan menghendaki melaksanakan hak dan kewajiban perpajakan terpisah dari hak dan kewajiban perpajakan suami. Surat pernyataan bermaterai dari pemohon yang menyatakan kegiatan usaha/pekerjaan bebas yang dilakukan dan tempat atau lokasi kegiatan usaha atau pekerjaan bebas tersebut dilakukan. Keterangan tertulis maupun elektronik dari penyedia jasa aplikasi online yang menerangkan bahwa Anda merupakan mitra usaha penyedia jasa aplikasi online.

Cara membuat akun NPWP  1. Buka situs pajak.go.id, kemudian pilih “Pendaftaran NPWP” pada halaman utama. 2. Pilih menu daftar lalu masukkan alamat e-mail yang masih aktif dan ketik kode Captcha yang tersedia, klik “Daftar” 3. Anda akan mendapatkan link verifikasi yang dikirimkan ke alamat e-mail yang didaftarkan sebelumnya. Klik link tersebut untuk melakukan aktivasi akun.  4. Setelah aktivasi akun, isi data diri Anda secara lengkap dan ikuti semua tahapan pengisian dengan teliti.  5. Klik “Daftar” dan akun NPWP Anda berhasil dibuat.  Cara mendaftar NPWP online di pajak.go.id 1. Login menggunakan e-mail dan password akun yang telah dibuat.  2. Kemudian klik “Pendaftaran NPWP”. 3. Isi semua data yang tercantum pada formulir registrasi dengan lengkap lalu klik “Next”. 4. Beri centang pada kolom yang tersedia pada setiap pernyataan, lalu klik “Simpan” dan kirim permohonan.  5. Klik “Minta Token” dan “isi Captcha”, kemudian klik “Submit”. Setelah melakukan pendaftaran Anda perlu melakukan verifikasi. Langkah-langkah untuk melakukan verifikasi NPWP secara online sebagai berikut: Kode token yang diminta saat proses pendaftaran akaun dikirimkan ke alamat email yang didaftarkan.  Buka email Anda lalu salin kode token.  Kemudian tekan tombol “kirim”. Permohonan NPWP online Anda sudah selesai. Kartu dan surat NPWP Anda akan dikirimkan ke alamat domisili. Demikian informasi tentang syarat dan cara membuat NPWP online di situs pajak.go.id. Bagi masyarakat yang sudah memenuhi kriteria wajib pajak, sebaiknya Anda segera membuat dokumen ini.

26 Agustus 2022 Robertus Ballarminus Leave a comment

Dua Kali Ditunda, Sri Mulyani Pastikan Pajak Karbon Tetap Berlaku di Tahun Ini

Share Button

KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Pemerintah telah dua kali menunda penerapan pajak karbon (carbon tax), terakhir penerapan pajak karbon yang sedianya diterapkan pada Juli tahun 2022 kembali ditunda. Penundaan ini menjadi yang kedua kalinya pada tahun 2022.

Sejatinya, pajak karbon bakal diterapkan pada April 2022. Namun, kebijakan itu ditunda dan rencananya bakal berlaku pada Juli 2022. Sayangnya, kebijakan ini kembali molor.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memastikan bahwa penerapan pajak karbon bakal tetap dilakukan pada tahun ini dengan menargetkan pembangkit listrik tenaga batu bara (PLTU). Namun sayangnya, dirinya tidak menjelaskan secara detail kapan implementasi pajak karbon akan diterapkan.

Adapun penerapan pajak karbon merupakan salah satu upaya dari pemerintah untuk mengurangi emisi karbon yang sejalan dengan penerapan perdagangan karbon.

“Sejalan dengan penerapan perdagangan karbon, pemerintah Indonesia juga akan menjalankan mekanisme pajak karbon tahun ini dengan menargetkan pembangkit listrik tenaga batu bara,” ujar Sri Mulyani dalam acara Sustainable Finance for Climare Transition Roundtable yang dipantau secara daring, Kamis (14/7).

Lebih lanjut, Sri Mulyani mengatakan, pada tahun 2025, pemerintah akan memperluas penerapan pajak karbon ke sektor lain yang ada dalam dokumen Nationally Determined Contribution (NDC) yang sudah ditetapkan di Paris Agreement, sehingga pengenaan pajak karbon pada tahun 2025 tidak hanya dikenakan untuk pembangkit listrik tenaga batubara saja.

Namun dirinya memastikan, penerapan pajak karbon tersebut akan mempertimbangkan kondisi sektor dan situasi global.

Sri Mulyani menyebut, implementasi pajak karbon tersebut bertujuan untuk mengubah kebiasaan, mendukung pengurangan emisi karbon, serta mendorong inovasi dan investasi dengan tetap memperhatikan prinsip keadilan, keterjangkauan, dan pelaksanaan yang bertahap dan terukur.

“Pada tahun 2025, penerapan pajak karbon dapat diperluas ke sektor NDC lainnya dengan tetap mempertimbangkan kesiapan sektoral kita dan juga tentunya dengan adanya pandemi dan situasi ekonomi global dengan risiko turun, kita juga harus sangat mewaspadai kondisi ekonomi tersebut,” jelasnya.

18 Juli 2022 Robertus Ballarminus Leave a comment

Peringati Hari Pajak, Suryo Ajak Pegawai Ikuti Perkembangan Zaman

Share Button

KONTAN.CO.ID – Pada hari Kamis (14/7), seluruh pegawai Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) memperingati Hari Pajak 2022 dengan melakukan upacara bendera. Direktur Jenderal (Dirjen) Pajak Suryo Utomo, yang pekan ini sedang menghadiri side event G20 di Bali, memimpin upacara Hari Pajak di Gedung Keuangan Negara Provinsi Bali. Sementara di Kantor Pusat DJP, Jakarta, upacara dipimpin oleh Direktur Peraturan Perpajakan II Estu Budiarto.

Dalam amanatnya yang dibacakan pembina upacara, Suryo mengingatkan para pegawai DJP tentang perjalanan reformasi perpajakan yang sudah dilalui bersama-sama sejak tahun 1983. Reformasi tersebut membuat DJP menjadi lebih baik dan bahkan memenuhi amanah target penerimaan di tahun lalu. Menurut Suryo, keberhasilan perjalanan reformasi untuk mencapai hal tersebut bukan hanya berkat peran internal DJP saja, namun juga karena dukungan dan bantuan seluruh pemangku kepentingan.

Suryo menegaskan, terdapat banyak kemungkinan ketidakpastian ekonomi yang akan dihadapi di masa depan. Yang terdekat, mulai dari efek pandemi Covid-19 sampai situasi internasional antara Ukraina dan Rusia yang secara langsung memberi dampak pada perekonomian dunia, termasuk Indonesia. Sebagai sebuah institusi penerimaan negara terbesar di Indonesia, DJP dituntut untuk terus melakukan reformasi dengan memperbaiki organisasi, sumber daya manusia, basis data, regulasi, serta teknologi informasi sesuai perkembangan zaman.

“Sejak awal, reformasi tidak pernah mudah. Oleh karena itu, kepada semua pegawai DJP, mari terus mempersiapkan diri dalam mengikuti reformasi yang sedang terjadi supaya kita dapat mengikuti perkembangan zaman,” katanya.

Sebagai bagian dari rangkaian kegiatan Hari Pajak 2022, DJP akan meluncurkan dua kemudahan yang turut menjadi hasil reformasi perpajakan. Kemudahan pertama yaitu validasi SSP (Surat Setoran Pajak) PPh TB (Pajak Penghasilan atas Tanah dan/atau Bangunan) yang dapat dilakukan oleh Notaris/PPAT secara online. Layanan ini akan membuat transaksi jual beli tanah dan/atau bangunan menjadi lebih praktis.

Kemudahan lain yang akan dihadirkan DJP adalah penggunaan NIK sebagai NPWP pada saat wajib pajak melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya kepada DJP. Integrasi ini memungkinkan masyarakat tidak perlu membuat NPWP lagi saat resmi menjadi Wajib Pajak (WP) sehingga memudahkan administrasi perpajakan.

Di akhir amanat, Suryo mengajak seluruh pegawai DJP tetap fokus menjaga amanah target penerimaan dengan bekerja semaksimal mungkin dan tetap berdoa serta berserah diri kepada keputusan Tuhan.

“Terus gelorakan semangat dalam kebersamaan dan sinergi di antara kita, bahu-membahu dan selalu menjaga kebersamaan, tetap ikhtiar dan berserah diri kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, tetap fokus dan jangan terlena untuk mengukir prestasi di tahun 2022,” tutupnya.

Selain upacara bendera, DJP melakukan berbagai kegiatan positif untuk memperingati Hari Pajak 2022. Mulai dari donor darah, kumpul komunitas, berbagai perlombaan olahraga dan seni, kegiatan DJP Peduli, pameran lukisan dan foto, kegiatan keagamaan, sampai talkshow radio yang mengangkat sisi humanisme pegawai pajak. Tidak hanya itu saja, DJP juga akan melaksanakan operasi katarak, bedah buku, layanan SIM serta paspor, dan ditutup dengan penyelenggaraan Puncak Hari Pajak di tanggal 19 Juli 2022.

Wajib pajak dapat membarui informasi seputar perpajakan di laman landas www.pajak.go.id. #PajakKuatIndonesiaMaju

18 Juli 2022 Robertus Ballarminus Leave a comment

Wajib Pajak Non-Efektif, Definisi, Kriteria dan Cara Pengajuannya

Share Button

Membayar pajak merupakan kewajiban yang harus ditaati oleh setiap wajib pajak, baik orang pribadi maupun badan usaha. Kewajiban ini mengikat untuk seluruh wajib pajak, dengan aturan perundang-undangan, serta ketentuan turunannya yang memiliki kekuatan hukum. Namun, tak jarang wajib pajak mengalami situasi tidak mampu menunaikan kewajiban pembayaran pajak ini. Situasi yang dimaksud, bisa terjadi apabila wajib pajak orang pribadi kehilangan sumber penghasilan, atau ketika kegiatan usaha wajib pajak badan terhenti.

Pemerintah tidak menutup mata atas situasi yang mengakibatkan sumber penghasilan atau kegiatan usaha wajib pajak terhenti atau tidak lagi beroperasi. Oleh karena itu, muncul istilah wajib pajak non-efektif. Apa sebenarnya yang dimaksud dengan status wajib pajak non-efektif, serta seperti apa kriteria dan cara wajib pajak mengajukan status ini? Simak ulasan singkat berikut ini.

Definisi Wajib Pajak Non-Efektif

Mengutip laman resmi Direktorat Jenderal Pajak (DJP), wajib pajak non-efektif adalah, wajib pajak yang tidak lagi memenuhi persyaratan subjektif dan/atau objektif perpajakan, namun belum dilakukan Penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). Ketika wajib pajak mengajukan status non-efektif, maka akan dikecualikan dari pengawasan administrasi rutin dan kewajiban menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT). Wajib pajak yang telah mendapatkan status non-efektif juga tidak lagi diwajibkan melapor SPT tahunan, karena kewajiban melapornya telah gugur.

Wajib pajak non-efektif juga tidak akan dikenai Surat Tagihan Pajak (STP) atas sanksi administrasi, karena tidak menyampaikan SPT yang terhitung sejak ditetapkan berstatus non-efektif. Penetapan sebagai wajib pajak non-efektif dapat dilakukan berdasarkan permohonan wajib pajak, atau secara jabatan. Penetapannya hanya bisa dilakukan oleh Kantor Pelayanan Pajak (KPP) tempat wajib pajak tersebut terdaftar.

Kriteria Wajib Pajak Non-Efektif Berdasarkan keterangan DJP, ada 11 kriteria wajib pajak yang bisa mendapatkan status non-efektif. Kriteria-kriteria yang dimaksud antara lain:

1.Wajib pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas, yang secara nyata tidak lagi melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas.

2. Wajib pajak orang pribadi yang tidak melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas, dan penghasilannya di bawah penghasilan tidak kena pajak (PTKP).

3. Wajib pajak orang pribadi yang tidak melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas, dan penghasilannya di bawah PTKP, yang memiliki NPWP untuk digunakan sebagai syarat administratif antara lain guna memperoleh pekerjaan atau membuka rekening keuangan.

4. Wajib pajak orang pribadi yang bertempat tinggal atau berada di luar negeri lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan, yang telah dibuktikan menjadi subjek pajak luar negeri sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan dan tidak bermaksud meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya.

5. Wajib pajak yang mengajukan permohonan penghapusan NPWP dan belum diterbitkan keputusan.

6. Wajib Pajak yang tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT) dan/atau tidak memiliki transaksi pembayaran pajak, baik melalui pembayaran sendiri atau melalui pemotongan atau pemungutan pihak lain, selama dua tahun berturut-turut.

7. Wajib Pajak yang tidak memenuhi ketentuan mengenai kelengkapan dokumen pendaftaran NPWP.

8. Wajib Pajak yang tidak diketahui alamatnya berdasarkan penelitian lapangan.

9. Wajib Pajak yang diterbitkan NPWP Cabang secara jabatan dalam rangka penerbitan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) Pajak Pertambahan Nilai atas kegiatan membangun sendiri.

10. Instansi Pemerintah yang tidak memenuhi persyaratan sebagai pemotong dan/atau pemungut pajak, namun belum dilakukan penghapusan NPWP.

11. Wajib Pajak selain sebagaimana disebutkan di atas yang tidak lagi memenuhi persyaratan subjektif dan/atau objektif tetapi belum dilakukan penghapusan NPWP.

Sementara, wajib pajak dengan NPWP Pusat tidak dapat ditetapkan sebagai wajib pajak non-efektif, dalam hal masih memiliki NPWP Cabang yang berstatus aktif.

Pengajuan Status Wajib Pajak Non-Efektif

Untuk mendapatkan status non-efektif, wajib pajak harus mengajukan. Langkah-langkah pengajuan status wajib pajak non-efektif adalah sebagai berikut:

1. Mengajukan permohonan secara daring atau online, dengan mengisi formulir Permohonan Penetapan Wajib Pajak Non Efektif pada aplikasi e-Registration yang tersedia pada laman DJP. Permohonan juga bisa dilakukan secara tertulis, dengan mengambil formulir di KPP.

2. Permohonan yang telah disampaikan melalui aplikasi e-Registration dianggap ditandatangani secara digital, dan memiliki kekuatan hukum.

3. Wajib pajak yang menyampaikan formulir juga harus menyertakan dokumen yang disyaratkan melalui e-Registration, maupun secara langsung ke KPP wilayah tempat tinggal atau tempat usaha wajib pajak. Dokumen yang dimaksud ini adalah, dokumen yang menunjukkan bahwa wajib pajak memenuhi kriteria sebagai wajib pajak non-efektif.

4. Batas waktu penyerahan dokumen yang disyaratkan adalah 14 hari. Bila setelah 14 hari kerja KPP belum menerima dokumen yang dimaksud, maka permohonan untuk menjadi wajib pajak non-efektif dianggap tidak diajukan.

5. Bila dalam jangka waktu yang ditentukan, dokumen yang disyaratkan sudah diterima secara lengkap, KPP akan menerbitkan bukti penerimaan surat secara elektronik.

6. Untuk penetapan wajib pajak non-efektif secara jabatan, DJP akan melakukan penelitian administrasi perpajakan terlebih dahulu, sebelum menetapkan seorang wajib pajak berstatus non-efektif.

7. Bila KPP menyetujui permohonan dan menetapkannya menjadi wajib pajak non-efektif, maka KPP akan menyampaikan pemberitahuan kepada wajib pajak dimaksud. Lalu, pusat informasi perpajakan DJP akan memberikan kode “NE” pada master file wajib pajak yang bersangkutan.

Demikianlah penjelasan singkat mengenai wajib pajak non-efektif. Patut diingat, wajib pajak juga bisa mengubah kembali statusnya dari non-efektif menjadi wajib pajak aktif.

Untuk mengaktifkan kembali status menjadi wajib pajak, dapat dilakukan melalui permohonan yang dilakukan langsung oleh wajib pajak maupun permohonan secara jabatan. Status wajib pajak dapat diaktifkan apabila terdapat data, yang menunjukkan bahwa wajib pajak tidak lagi memenuhi kriteria untuk status non-efektif.

Ini akan dibuktikan oleh KPP, dengan melakukan penelitian administrasi perpajakan. Penelitian yang dimaksud, dilakukan dengan memeriksa kebenaran apakah wajib pajak melakukan pembayaran pajak, menyampaikan SPT, dan kegiatan perpajakan lain.

2 Juni 2022 Robertus Ballarminus Leave a comment

Posts navigation

1 2 … 32 Next →
Powered by WordPress | theme SG Simple