Konsultan Pajak Lukman Tax Center

Konsultan Pajak Lukman Tax Center

Konsultan Pajak Lukman Tax Center
  • Amnesti Pajak
  • Downloads
    • Download E-Faktur
    • Formulir Pajak
  • Tanya Jawab
  • Contact
  • Profile

Penghapusan Sanksi Administrasi Pajak, Syarat dan Cara Pengajuannya

Share Button

Sanksi administrasi pajak merupakan konsekuensi yang tak jarang dialami oleh wajib pajak, baik orang pribadi maupun badan. Sanksi terkadang dialami oleh wajib pajak, karena lalai dalam menjalankan kewajiban perpajakannya. Beberapa kesalahan yang sering dilakukan wajib pajak hingga terkena sanksi administrasi antara lain, lupa tanggal dan pelaporan pajak. Hal ini kerap terjadi pada wajib pajak yang mengurus seluruh administrasi perpajakannya sendiri, tanpa bantuan orang lain.

Kemudian, sering menunda pembayaran dan pelaporan pajak juga menjadi salah satu kesalahan yang dilakukan wajib pajak. Tidak hanya karena telat membayar, wajib pajak juga bisa terkena sanksi administrasi pajak jika terlambat menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT). Namun, wajib pajak sangat mungkin mendapatkan penghapusan sanksi administrasi ini. Apa saja jenis sanksi administrasi pajak yang dapat dikenakan pada wajib pajak, serta seperti apa syarat dan ketentuan pengajuannya? Simak ulasan singkat berikut ini.

Jenis Sanksi Administrasi Pajak Sanksi administrasi pajak, merupakan pembayaran kerugian yang ditimbulkan wajib pajak kepada negara. Pembayaran kerugian tersebut dapat berupa denda, bunga dan kenaikan. Besaran sanksi yang dikenakan, mengikuti jenis pelanggaran atau kesalahan yang dilakukan oleh wajib pajak. Sanksi berupa denda ditujukan kepada pelanggaran yang berhubungan dengan kewajiban pelaporan. Misalnya, wajib pajak terlambat menyampaikan SPT Masa PPN akan dikenakan sanksi denda senilai Rp 500.000. Atau, wajib pajak badan tidak menyampaikan SPT Tahunan PPh Wajib Pajak Badan lebih dari 4 bulan setelah akhir tahun pajak, akan dikenakan denda Rp 1.000.000.

Kemudian, sanksi administrasi berupa pengenaan bunga, adalah sanksi atas pelanggaran terkait kewajiban pembayaran, yang besarannya sudah ditentukan per bulan. Misalnya, sanksi bunga sebesar 22% per bulan jika wajib pajak terlambat bayar/setor pajak masa dan tahunan. Sementara, sanksi kenaikan diberikan kepada wajib pajak yang melakukan pelanggaran atau kesalahan dalam pemberian informasi yang digunakan dalam penghitungan besaran pembayaran pajak.

Syarat Penghapusan Sanksi Administrasi Pajak Ketika Direktorat Jenderap Pajak (DJP) menilai ada pelanggaran perpajakan, maka wajib pajak akan menerima surat ketetapan pajak (SKP) atau surat tagihan pajak (STP) yang berisi terkait sanksi administrasi yang harus dibayarkan. Mengutip laman resmi DJP, wajib pajak dapat mengajukan surat permohonan pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi atas sanksi tersebut.

Permohonan pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi pajak dapat diberikan jika wajib pajak menilai sanksi tersebut tidak seharusnya diberikan. Selain itu, permohonan juga dpaat diajukan apabila wajib pajak menilai perhitungan besarnya sanksi dalam SKP/STP tidak benar. Untuk melakukan pengajuan permohonan, wajib pajak harus memenuhi syarat-syarat yang telah ditetapkan, antara lain:

1. Satu permohonan untuk satu SKP/STP, kecuali permohonan tersebut diajukan untuk STP yang disebabkan adanya pajak kurang bayar, berdasarkan ketetapan pajak. Jika permohonan yang diajukan terkait STP kurang bayar, maka satu permohonan dapat diajukan untuk lebih dari satu STP, sepanjang terkait dengan SKP yang sama.

2. Pengajuan permohonan pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi harus diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia.

3. Dalam surat permohonan yang diajukan, wajib pajak harus mengemukakan jumlah sanksi administrasi yang menurutnya sesuai, disertai alasannya.

4. Permohonan pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi pajak tersebut, harus disampaikan ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) tempat wajib pajak terdaftar.

5. Surat permohonan ditandatangani oleh wajib pajak. Jika surat permohonan ditandatangani bukan oleh wajib pajak, maka surat permohonan tersebut harus dilampiri dengan surat kuasa khusus.

Ketentuan dan Jangka Waktu Penyelesaian Ketentuan yang harus diperhatikan oleh wajib pajak yang ingin mengajukan pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi pajak, antara lain:

1.Atas surat ketetapan pajak atau surat tagihan pajak yang diajukan permohonan, tidak diajukan upaya hukum lain, seperti keberatan, permohonan pengurangan atau pembatalan SKP/STP.

2. Permohonan dapat diajukan oleh wajib pajak paling banyak dua kali.

3. Permohonan yang kedua harus diajukan paling lama tiga bulan sejak tanggal surat keputusan Direktur Jenderal Pajak atas permohonan yang pertama dikirim. Pengecualian diberikan, apabila wajib pajak dapat menunjukkan jangka waktu tersebut tidak dapat dipenuhi, karena keadaan di luar kekuasaan wajib pajak.

4. Permohonan yang kedua tetap diajukan terhadap SKP/STP yang telah diterbitkan surat keputusan Direktur Jenderal Pajak.

Setelah permohonan pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi pajak diajukan, DJP akan memeriksa kelengkapan persyaratannya. Jika semua persyaratan sudah dipenuhi, maka DJP akan menindaklanjuti permohonan dengan melakukan penelitian.

Untuk kepentingan penelitian yang dimaksud, DJP dapat meminta dokumen, data, dan/atau informasi yang diperlukan. Wajib pajak harus memberikan dokumen-dokumen yang diminta paling lama 15 hari sejak tanggal surat permintaan dikirim. Jika tidak dapat memberikan, maka permohonan akan tetap diproses sesuai dengan dokumen yang diterima. Dalam jangka waktu enam bulan, DJP akan menerbitkan surat keputusan pengurangan atau surat keputusan penghapusan sanksi administrasi pajak. Jika dalam jangka waktu enam bulan, surat keputusan tidak diterbitkan oleh DJP, maka permohonan pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi pajak yang diajukan dianggap dikabulkan.

2 Juni 2022 Robertus Ballarminus Leave a comment

Pengumuman! NIK Bakal Jadi NPWP Mulai Tahun Depan

Share Button

Jakarta, CNBC Indonesia – Pemerintah berencana untuk mempercepat implementasi Nomor Induk Kependudukan (NIK) sebagai Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) tahun depan.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan hal ini dilakukan, sebagai salah satu upaya pemerintah untuk memaksimalkan pendapatan negara dari perluasan basis pajak. Mengingat pemerintah memasang target cukup ambisius memasang target pendapatan negara tahun depan.

Pada tahun depan, pendapatan negara ditargetkan mencapai Rp 2.266,7 triliun hingga Rp 2.398,8 triliun. Nilai tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan posisi outlook 2022 yang mencapai Rp 2.266,2 triliun.

“Pemerintah akan perluasan basis pajak dari Program Pengungkapan Sukarela (PPS) dan mempercepat implementasi NIK sebagai NPWP,” kata Sri Mulyani dalam Sidang Paripurna DPR RI, dikutip Rabu (1/6/2022).

Substansi UU Harmonisasi Peraturan Pajak (HPP) menjadi basis hukum pemerintah dalam reformasi perpajakan yang lebih adil dan berpihak kepada masyarakat dan UMKM.

Selain meningkatkan basis pajak, Sri Mulyani juga akan mendorong dan menyediakan insentif pajak secara terarah dan terukur, untuk mendukung pembangunan sektor dan industri tertentu sekaligus menarik investasi baru.

Selain itu, juga akan mempercepat implementasi core tax systems dan meningkatkan aktivitas digital forensik untuk penegakan hukum pajak yang efektif dan adil.

“Agar terobosan lebih efektif, pemerintah mengajak setiap penyelenggara negara dan pimpinan pemerintahan termasuk Pemda untuk memberikan contoh yang baik pada masyarakat dalam hal kepatuhan pembayaran pajak,” tuturnya.

Sejalan dengan terobosan kebijakan pajak, berbagai inovasi dan kebijakan baru untuk meningkatkan pendapatan negara bukan pajak (PNBP) juga akan terus diupayakan diantaranya melalui penyempurnaan regulasi, perbaikan pengelolaan sumber daya alam (SDA) dan aset negara.

“Serta peningkatan nilai tambah ekonomis, penguatan tata kelola, peningkatan inovasi dan kualitas layanan publik serta optimalisasi dividen BUMN terutama BUMN yang menerima PMN,” tuturnya.

Pemerintah optimis berbagai inovasi dan terobosan ini akan berdampak positif pada peningkatan pendapatan negara di tahun 2023, sekaligus mendukung peningkatan tax ratio dan upaya konsolidasi fiskal, agar terobosan berjalan lebih efektif.

Sejalan dengan terobosan kebijakan pajak, berbagai inovasi dan kebijakan baru untuk meningkatkan PNBP juga akan dilaksanakan melalui penyempurnaan regulasi, perbaikan pengelolaan SDM dan aset negara, serta peningkatan nilai tambah ekonomi.

2 Juni 2022 Robertus Ballarminus Leave a comment

Tarif PPN Jadi Naik Mulai 1 April? Begini Jawaban Ditjen Pajak

Share Button

KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Tarif pajak pertambahan nilai direncanakan naik menjadi 11% dari 10% mulai 1 April 2022. Namun, pemerintah masih menimbang-nimbang lagi. Mengingat kondisi ekonomi Indonesia masih dalam ketidakpastian, juga dalam kondisi harga pangan yang masih tinggi. Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Neilmaldrin Noor mengatakan, pihaknya masih mengkaji penerapan PPN 11% tersebut, juga terkait efeknya yang akan memberatkan konsumen atau tidak. “Saya belum bisa bilang begitu (memastikan). Tidak tahu masih bisa dijalankan per 1 April atau tidak,” tutur Neil, Selasa (8/3).

Saat ini, sedang dilakukan pembahasan dari aturan turunan UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan  terkait penerapan PPN 11% tersebut. Serta melakukan pengawasan untuk membuat aturan turunannya. “Bagaimana nanti pelaksanaanya, kami masih melakukan analisa,” lanjutnya. Neil juga mengatakan, Ditjen Pajak masih memantau pergerakan harga komoditas. Pergerakan tersebut juga akan juga menjadi pertimbangan pemerintah mengenai keputusan penerapan kebijakan PPN tersebut. “Jadi ini belum pasti, kalau saya bilang 1 April berlaku, nanti malah gak jadi karena beberapa pertimbangan,” ujar Neil. Senada, Staf Khusus Menteri Keuangan (Menkeu) Bidang Komunikasi dan Strategis Yustinus Prastowo mengatakan, pemerintah akan mendengarkan masukan dan aspirasi semua pihak soal kenaikan tarif PPN tersebut. “Kami juga masih mencermati dinamika yang terjadi,” tutur prastowo.

9 Maret 2022 Robertus Ballarminus Leave a comment

Pemerintah Semakin Selektif dalam Memberikan Insentif Pajak di Tahun Ini

Share Button

KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Pemerintah semakin selektif dalam memberikan insentif pajak pada tahun ini. Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Febrio Kacaribu mengatakan, insentif pajak di 2022 ini hanya akan diarahkan kepada sektor usaha yang masih membutuhkan stimulus. “Insentif pajak untuk sektor apa saja, kami masih melanjutkan PMK yang terakhir. Inilah konteksnya di mana kami memberi insentif secara selektif,” tutur Febrio dalam diskusi BKF dengan media secara virtual, Rabu (12/1).

Menurut Febrio, sektor usaha penerima insentif pajak akan mirip dengan yang diatur dalam PMK 149/2021. Selain itu, pemerintah juga berencana akan tetap memberikan insentif pajak untuk menjaga momentum pemulihan ekonomi pada tahun ini. Oleh karena itu, sektor-sektor yang telah menunjukkan tren pemulihan seperti manufaktur dan pertambangan, perdagangan, dan pertanian tidak akan memperoleh insentif pajak.

Adapun, Ia mengungkapkan, di tahun ini pemerintah juga masih akan memerhatikan, sektor yang mengandalkan mobilitas masyarakat, karena masih mengalami tekanan yang cukup dalam hingga akhir 2021. Contohnya seperti sektor pariwisata dan angkutan umum. Adapun sebelumnya dalam PMK 149/2021 mengatur pemberian 6 jenis insentif pajak hingga Desember 2021. Insentif tersebut yaitu pajak penghasilan (PPh) Pasal 21 ditanggung pemerintah (DTP), dan PPh final DTP untuk UMKM, dan insentif PPh final jasa konstruksi DTP atas Program Percepatan Peningkatan Tata Guna Air Irigasi (P3-TGAI). Kemudian, terdapat insentif pembebasan PPh Pasal 22 impor, pengurangan 50% angsuran PPh Pasal 25, serta restitusi pajak pertambahan nilai (PPN) dipercepat. Febrio mengatakan, khusus ketiga jenis insentif pajak ini, pemerintah hanya memberikannya untuk sektor yang belum pulih dari pandemi. Sektor tersebut meliputi jasa pendidikan, jasa kesehatan, sektor angkutan darat, air, dan udara, penyedia jasa akomodasi, konstruksi, perdagangan besar dan eceran, serta jasa salon kecantikan, spa, dan jasa kebugaran.

“Sekarang kita masih pakai logika yang sama. Misalnya, perekonomian Bali itu dua tahun berturut-turut terkontraksi. Tahun 2020 minus 9% dan 2021 masih minus 3%. Jadi, kita akan fokus memberikan insentif ini. Saya yakin masyarakat mengerti, mana yang lebih berhak dan membutuhkan  yang akan kita berikan,” imbuh Febrio.   Sebagai informasi, di 2022 ini pemerintah telah menyiapkan pagu PEN 2022 sebesar Rp 414 triliun, yang terdiri atas bidang kesehatan senilai Rp 117,9 triliun, perlindungan masyarakat Rp 154,8 triliun, dan penguatan pemulihan ekonomi Rp 141,4 triliun.

14 Januari 2022 Robertus Ballarminus Leave a comment

Mudah Dilakukan, Ini Cara Daftar DJP Online untuk Lapor SPT Tahunan & Bayar Pajak

Share Button

KONTAN.CO.ID – Jakarta. Tahun 2022 dimulai, sebentar lagi ada kewajiban mengisi laporan Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) untuk tahun pajak 2021. Agar laporan SPT tahun pajak 2021 mudah terlaksana, simak cara daftar DJP Online di Pajak.go.id. Dengan mendaftar DJP Online di Pajak.go.id, wajib pajak bisa menyampaikan laporan SPT secara online. Wajib pajak tidak perlu lagi mengantri di kantor pajak untuk membuat laporan SPT tahunan.

Seperti diketahui batas akhir pelaporan SPT tahunan untuk PPh orang pribadi tiap 31 Maret dan PPh badan setiap 30 April. Oleh karenanya, perlu menyiapkan pelaporan dari jauh hari agar tidak terburu-buru seperti mulai cara daftar DJP Online. Cara lapor SPT pajak dapat dilakukan secara online via DJP Online maupun offline dengan datang langsung ke kantor pelayanan pajak. Namun, untuk menghindari antrean disarankan untuk lapor SPT pajak secara online.

Apalagi saat ini pandemi Covid-19 juga belum berakhir. Lebih aman jika Anda menyampaikan laporan SPT pajak secara online menggunakan DJP Online. DJP online merupakan aplikasi dan laman resmi Direktorat Jendral Pajak untuk memudahkan masyarakat lapor SPT dan membayar pajak melalui e-filing dan e-billing pajak. Untuk bisa menggunakan DJP Online, wajib pajak harus daftar terlebih dahulu melalui aplikasi DJP Online di ponsel atau laman DJP Online. Namun, untuk bisa cara daftar DJP Online , wajib pajak harus mengaktifkan terlebih dahulu Electronic Filling Identification Number (e-FIN) pajak. Caranya daftar e-FIN pajak adalah: Buka situs efin.pajak.go.id untuk daftar EFIN Online. Berikan hak ases untuk menggunakan kamera pada perangkat Anda. Klik Mulai Sekarang. Isi nomor NPWP di kolom yang tersedia lalu klik Lanjutkan. Jika data yang dimasukkan benar maka klik Lanjutkan. Jika nama yg ditampilkan sudah benar, akan diarahkan untuk pengambilan foto wajah. Ambil gambar dan sistem secara otomatis akan melakukan pencocokan data. Jika data yang cocok ditemukan, anda akan mendapatkan notifikasi daftar EFIN online telah aktif. Kemudian nomor EFIN akan dikirimkan ke email yang telah didaftarkan di akun pajak.go.id.   Jika e-FIN sudah terdaftar dan aktif, maka bisa mengikuti cara daftar DJP Online sebagai berikut. Mengutip laman resmi Indonesia.go.id, berikut langkah-langkah cara membuat akun DJP Online: Kunjungi laman pajak https://pajak.go.id/registrasi lewat browser ponsel atau PC. Isi data dengan nomor NPWP dan kode e-FIN yang telah Anda miliki. Tulis angka NPWP tanpa tanda titik dan setrip. Isi kode keamanan lalu klik Verifikasi. Kemudian, masuk ke akun DJP Online login dan tuliskan email, nomor HP yang aktif, dan kode keamanan. Masukkan password yang akan digunakan untuk DJP Online login. Klik Simpan setelah selesai membuat password. Cek email yang telah didaftarkan. Klik tautan yang dikirimkan oleh DJP Online untuk mengaktifkan akun. Kemudian akan muncul pemberitahuan Aktivasi Akun Berhasil. Klik Ok untuk masuk ke menu DJP Online . Lalu masuk ke akun DJP Online login dengan mengisi NPWP dan password. Jika berhasil log in berarti akun telah berhasil diaktifkan. Cara lapor SPT pajak melalui DJP Online Setelah mengaktivasi e-FIN dan cara daftar DJP Online, wajib pajak bisa mengikuti cara lapor SPT dengan e-filling melalui DJP Online di bawah ini: Log in ke akun DJP Online login di laman https://djponline.pajak.go.id/account/login dengan memasukkan NPWP, password, dan kode keamanan. Setelah berhasil masuk, pilih pada menu e-Filing dan klik menu Buat SPT. Langkah selanjutnya adalah mengisi kolom-kolom yang disediakan oleh sistem. Kolom tersebut biasanya telah terisi secara otomatis. Pilih SPT yang akan dilaporkan. Bisa juga mengikuti saran yang diberikan oleh aplikasi. Isi Data SPT seperti SPT yang diterima. Berikutnya, isi Kode Verifikasi kemudian klik Kirim SPT. Cara bayar pajak dengan e-Billing melalui DJP Online Selain digunakan untuk lapor SPT pajak atau e-Filing, akun DJP Online tersebut bisa juga digunakan untuk membayar pajak atau e-Billing, berikut caranya: Log in ke laman DJP Online Masukkan NPWP, password, dan kode keamanan untuk log in ke akun DJP Online Selanjutnya pilih menu e-Billing System. Pilih pada menu Isi SSE. Kemudian akan mendapat formulir Surat Setoran Elektronik (SSE) yang harus diisi. Data pada formulir tersebut akan terisi otomatis. Yang perlu diubah hanya pada kolom Jenis Pajak, Jenis Setoran, Masa Pajak, Tahun Pajak, Uraian Pajak yang dibayarkan, dan Jumlah Setoran. Setelah merampungkan pengisian, klik Simpan. Klik pada pilihan Kode Billing. Klik Cetak Kode Billing. Setelah mendapatkan Kode Billing, bayar pajak lewat bank, kantor pos, internet banking atau ATM yang biasa digunakan. Demikian cara daftar DJP Online untuk lapor SPT pajak maupun bayar pajak secara online dan mudah. Selamat mencoba!

5 Januari 2022 Robertus Ballarminus Leave a comment

Tarif Tax Amnesty Jilid 2 Terkecil 6%, Terbesar 18%, Wajib Pajak Banyak yang Ikut

Share Button

KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Tax amnesty jilid 2 mulai berlaku pada awal tahun 2022 ini. Simak rincian tarif tax amnesty jilid 2 dan aturan yang berlaku agar Anda tidak ketinggalan.

Program Pengungkapan Sukarela (PPS) atau tax amnesty jilid II resmi dimulai pada 1 Januari 2022 hingga 30 Juni 2022.  Baru tiga hari digelar, antusiasme masyarakat untuk ikut tax amnesty jilid 2 sudah mulai terlihat.

Direktur Jenderal Pajak Suryo Utomo menyebut, hingga Senin (3/1) pukul 15.00 WIB, sudah tercatat 326 peserta yang mengikuti tax amnesty jilid 2.  “Mereka sudah menyetorkan pajak penghasilan (PPh) sebesar Rp 33,6 miliar dengan nilai harta yang telah diungkapkan sebesar Rp 253 miliar,” ujar Suryo, Senin (3/1) saat ditemui awak media di komplek Kementerian Keuangan. 

Setoran ini bahkan sudah meningkat dari data yang diterima Menteri Keuangan Sri Mulyani pada hari sebelumnya atau Minggu (2/1). Sri Mulyani menyebut, hingga Minggu (2/1), sudah ada 195 wajib pajak (WP) yang sudah mengikuti PPS. Mereka telah menyetorkan PPh senilai Rp 21,99 miliar dengan nilai harta yang telah diungkapkan sebanyak Rp 169,61 miliar. 

Diberitakan sebelumnya, agenda tax amnesty jilid 2 ini tertuang dalam Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan.

Lebih lanjut pemerintah telah menerbitkan aturan pelaksana PPS dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 196/PMK/03/2021 tentang Tata Cara Pelaksanaan Program Pengungkapan Sukarela Wajib Pajak. Beleid ini diundangkan per 23 Desember 2021.

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Neilmaldrin Noor menyampaikan ada dua kebijakan yang diatur dalam PPS. Tarif pajak penghasilan (PPh) yang dibandrol dalam tax amnesty jilid II pun berbeda-beda.

Pertama, kebijakan I yakni untuk wajib pajak (WP) peserta tax amnesty 2016/2017 lalu yang belum mengungkapkan harta per 31 Desember 2015 saat mengikuti pengampunan pajak kala itu. Kebijakan ini berlaku untuk WP Badan maupun WP orang pribadi.

Tarif tax amnesty jilid 2 yang ditawarkan pemerintah yakni 11% untuk harta deklarasi luar negeri. Kemudian tarif tax amnesty jilid 2 sebesar 8% atas harta di luar negeri repatriasi dan harta deklarasi dalam negeri.

Lalu ada juga tax amnesty jilid 2 sebesar 6% untuk harta di luar negeri repatriasi dan harta deklarasi dalam negeri yang diinvestasikan dalam Surat Berharga Negara (SBN), hilirisasi Sumber Daya Alam (SDA), dan renewable energy.

Kedua, kebijakan II yakni untuk WP orang pribadi atas harta perolehan tahun 2016 sampai dengan 2020 yang belum dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan 2020.

Tarif tax amnesty jilid 2 yang diberikan dalam kebijakan II antara lain 18% untuk harta deklarasi luar negeri. Lalu, tarif tax amnesty jilid 2 sebesar 14% atas harta di luar negeri repatriasi dan harta deklarasi dalam negeri.

Kemudian, tarif tax amnesty jilid 2 sebesar 12% untuk harta di luar negeri repatriasi dan harta deklarasi dalam negeri yang diinvestasikan dalam SBN, hilirisasi SDA, dan renewable energy.

Dengan beragam tarif tax amnesty jilid 2 tersebut, Neilmaldrin berharap, WP dapat mengikuti PPS karena program ini memiliki banyak manfaat untuk WP.

Menurutnya, PPS adalah kesempatan yang diberikan kepada WP untuk mengungkapkan kewajiban perpajakan yang belum dipenuhi secara sukarela melalui pembayaran PPh berdasarkan pengungkapan harta.

Ia menyebut banyak manfaat yang akan diperoleh WP di antaranya terbebas dari sanksi administratif dan perlindungan data bahwa data harta yang diungkapkan tidak dapat dijadikan sebagai dasar penyelidikan, penyidikan, dan/atau penuntutan pidana terhadap WP.

“PPS diselenggarakan dengan asas kesederhanaan, kepastian hukum, dan kemanfaatan untuk meningkatkan kepatuhan sukarela WP sebelum penegakan hukum dilakukan dengan basis data dari pertukaran data otomatis (AEoI) dan data ILAP yang dimiliki DJP,” ungkap Neilmaldrin, Senin (27/12).

Demikian perkembangan informasi Program Pengungkapan Sukaeral dan rincian tarif tax amnesty jilid 2 yang sudah berjalan mulai awak tahun 2022. Silakan pilih tarif tax amnesty jilid 2 sesuai ketentuan berlaku.

5 Januari 2022 Robertus Ballarminus Leave a comment

Tax amnesty jilid II akan digelar pada awal 2022, ini seruan Ditjen Pajak

Share Button

KONTAN.CO.ID –  JAKARTA. Pemerintah akan menggelar tax amnesty jilid II atau Program Pengungkapan Sukarela (PPS) pada 1 Januari hingga 30 Juni 2022. Agar bisa mengikuti pengampunan pajak tersebut, Wajib Pajak (WP) yang sedang dalam pemeriksaan, musti menyelesaikannya terlebih dahulu. “Kalau yang sedang diperiksa segera selesaikan dulu pemeriksaannya, sehingga bisa mengikuti kegiatan PPS,” kata Direktur Penegakan Hukum Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Eka Sila Kunsa Jaya saat ditemui usai Konferensi Pers Penindakan Hukum Terkait Penyelidikan Tindak Pidana Perpajakan, Selasa (23/11). 

Eka menegaskan, kepada wajib pajak yang sedang dalam pemeriksaan, jika terbukti bersalah maka perlu membayar denda administrasi yang telah ditetapkan terlebih dulu. Tujuannya, agar saat pelaksanaan PPS kelak tidak terjadi tumpang-tindih dengan proses penegakan hukum perpajakan. “Proses (pemeriksaan) tetap jalan. Kalau kasusnya sudah selesai bisa (ikut PPS). Jadi harus diselesaikan dulu baru ikut program PPS,” kata Eka.

Adapun pelaksanaan PPS diatur dalam Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan. Beleid tersebut membagi PPS ke dalam dua skema kebijakan pengampunan pajak. Pertama, program PPS untuk para alumni tax amnesty 2016-2017 bagi yang belum sempat mengungkapkan kewajiban perpajakannya kala itu. Skema ini berlaku untuk wajib pajak orang pribadi maupun wajib pajak badan.  Tarif yang ditawarkan yakni PPh final sebesar 11% untuk deklarasi harta yang berada di luar negeri. Kemudian 8% untuk aset di luar negeri yang direpatriasikan ke dalam negeri dan aset dalam negeri.

24 November 2021 Robertus Ballarminus Leave a comment

Pemerintah akan kurangi insentif pajak sejalan dengan pemulihan ekonomi

Share Button

KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara mengatakan, pemerintah akan mengurangi insentif pajak secara bertahap seiring dengan perbaikan dan pemulihan ekonomi nasional. Suahasil mengatakan, nantinya secara bertahap insentif ini akan dikurangi terutama dalam rangka pemulihan ekonomi dan berubah menjadi insentif yang berupa struktural seperti tax holiday.

Menurut Suahasil, dihapusnya tax holiday saat ini adalah, karena insnetif tersebut hanya diperuntukkan untuk proyek besar. Karena masih dalam kondisi pandemi, maka investor besar justru berkurang dan akhirnya insentif ini minim peminat. Sehingga nantinya saat  perekonomian sudah membaik dan menuju normal, maka pemerintah akan memberlakukan lagi insentif tersebut untuk sektor-sektor tertentu, dan juga dipastikan akan ada investor yang mau berinvestasi besar. 

Suahasil menegaskan pemerintah akan tetap melanjutkan pemberian insentif atau keringanan pajak sepanjang pandemi Covid-19 masih berlanjut dan dunia usaha masih membutuhkan dukungan dari pemerintah. Akan tetapi, jika dunia usaha mulai pulih dan penghasilan usaha sudah meningkat maka insentif pajak juga akan dikurangi “Peran dari APBN akan kita turunkan. Bagaimana caranya agar balance dan juga pas, kapan dunia usaha itu dapat meningkatkan dunia usahanya,” ujar Suahasil dalam Webinar Tax Prime 2021 secara virtual, Kamis (11/11). Selanjutnya, Suahasil mengatakan, insentif-insentif yang berupa relaksasi dalam periode pandemi harus dilakukan penelusuran dan pendalaman secara terus menerus. Menurutnya selama pandeminya terus berlangsung maka akan terus dilakukan relaksasi. Suahasil berarap jika angka covidnya bisa ditahan terus seperti di angka saat ini yang suda mulai landai dan kegiatan ekonomi akan berkembang di dalam tatanan kerja yang baru dibawah UU HPP, maka pemulihan ekonomi juga dapat segera tercapai.

Sebagai informasi, pemerintah telah memberikan insentif pajak untuk dunia usaha yakni tercatat hingga Oktober 2021 untuk PP pasal 21 sudah direalisasikan kepada 81.980 pemberi kerja sebanyak Rp 2,98 triliun, PPh pasal 22 kepada 9.490 wajib pajak Rp 17,31 triliun, PPh pasal 25 untuk 57.529 wajib pajak Rp 24,42 triliun , dan PPN suda direalisasikan kepada 2.419 wajib pajak Rp 2,71 triliun. Kemudian, PP pasal 25 untuk seluru wajib pajak Badan suda direalisasikan Rp 6,84 triliun, PP pasal PP 23 UMKM Rp 54 miliar, PPN untuk 768 pengembang Rp 64 triliun, PPnBM untuk 6 pabrikan kendaraan bermotor Rp 2,08 triliun, dan PPnBM  untuk mengurangi beban sektor ritel yang terdampak PPKM Rp 45,01 miliar.

12 November 2021 Robertus Ballarminus Leave a comment

Klarifikasi lapangan usaha yang menerima insentif pajak bakal ditambah

Share Button

KONTAN.CO.ID –   JAKARTA. Pemerintah resmi menambah Klasifikasi Lapangan Usaha (KLU) wajib pajak penerima insentif pajak dalam program pemulihan ekonomi nasional (PEN). Jumlah penambahannya mencapai ratusan KLU.  Kebijakan tersebut tertuang sebagaimana dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 149/PMK.03/2021 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 9/PMK.03/2021 tentang insentif pajak untuk wajib pajak terdampak pandemi corona virus disease 2019. Beleid ini berlaku per tanggal 26 Oktober 2021.

Lebih lanjut, PMK 149/2021 mengatur ada tiga insentif pajak yang mendapatkan tambahan jumlah KLU dari revisi aturan sebelumnya yakni PMK Nomor 82/PMK.03/2021.  Pertama, pembebasan pajak penghasilan (PPh) 22 Impor, kini KLU yang berhak mendapatkannya ada sebanyak 397, sebelumnya hanya 132 KLU.

Sehingga, dalam PMK 82/2021, jumlah KLU sebelumnya sudah ditambahkan. Begitu pula dengan alur penyusunan aturan insentif pajak PEN teranyar yakni PMK 149/2021. Yon menegaskan keluarnya PMK 149/2021 telah melalui diskusi dan masukkan dari beberapa asosiasi terkait. Setelah itu, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mengkajinya lebih dalam bersama dengan Kementerian Koordinator (Kemenko) Bidang Perekonomian. “Tujuannya untuk  menjawab kebutuhan dunia usaha. Sama dengan tahun lalu saat dikeluarkannya kebijakan terkait pada April sektor industri pertama kali yang diberikan, maka ada kebutuhan di area lainnya dikasih juga,” ujarnya.

Sementara itu, dari sisi pagu anggaran, Yon mengatakan tak akan berpengaruh banyak terhadap penerimaan pajak. Sebab, sebagian besar insentif bersifat penundaan yang pada akhirnya akan dilaporkan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan tahun depan. Untuk diketahui, perkembangannya pagu insentif pajak dalam PEN nyaris habis. Data Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menunjukkan sampai dengan 22 Oktober 2021 realisasi insentif usaha sebesar Rp 60,73 triliun. Angka tersebut setara dengan 96,7% terhadap total pagu sejumlah Rp 62,83 triliun.

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Neilmaldrin Noor menambahkan dengan mempertimbangkan belum berakhirnya pandemi Covid-19, maka pemerintah mengeluarkan PMK 149/2021. Sebab, pandemi masih memengaruhi stabilitas ekonomi dan produktivitas masyarakat. Dus, perlu dilakukan penyesuaian kriteria penerima insentif pajak dan ditujukan untuk sektor yang masih membutuhkan dukungan pemerintah. “Pemerintah terus mengamati dan mengevaluasi sektor-sektor mana yang masih lambat pemulihannya untuk diberikan dukungan dan insentif,” kata Neilmaldrin, Rabu (3/11).

Kemudian, pembebasan dari pemungutan PPh Pasal 22 Impor dengan menyampaikan permohonan Surat Keterangan Bebas Pemungutan PPh Pasal 22 Impor. Selanjutnya,pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran PPN, untuk Masa Pajak Oktober 2021 sampai dengan Masa Pajak Desember 2021 dan disampaikan paling lambat 31 Januari 2022. ? Di sisi lain, Pengamat Pajak Danny Darussalam Tax Center (DDTC) Bawono Kristiaji menilai terbitnya PMK 149/2021 justru menunjukkan komitmen pemerintah untuk mengakselerasi pemulihan dunia usaha. “Hal ini agar sektor usaha yg survive bisa didorong untuk kembali sepenuhnya pulih khususnya tanpa mendistorsi cash flow,” kata Bawono kepada Kontan.co.id, Rabu (3/11).

4 November 2021 Robertus Ballarminus Leave a comment

Siap-siap, pemerintah bakal tagih utang pajak WP yang ada di 13 negara ini

Share Button

KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak Kementerian Keuangan (Kemenkeu) akan menagih utang pajak para wajib pajak yang berada di luar negeri. Saat ini ada 13 negara yang sudah menjalin kerjasama dengan pemerintah Indonesia, untuk memberikan data wajib pajak dalam negeri bersangkutan.

Adapun 13 negara yang sudah bekerja sama dengan Indonesia antara lain Aljazair, Amerika Serikat, Armenia, Belanda, Belgia, Filipina, India, Laos, Mesir, Suriname, Yordania, Venezuela, dan Vietnam.

Kebijakan tersebut tertuang dalam Undang Undang (UU) Nomor 7 tahun 2021 Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP). Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Kepatuhan Pajak Yon Arsal mengatakan penagihan piutang pajak itu berkaitan dengan program asistensi penagihan pajak global.

Hal tersebut mencakup pemberian bantuan penagihan dengan pemberian bantuan penagihan pajak kepada negara/yuridiksi Mitra. Kemudian permintaan bantuan penagihan berkaitan permintaan bantuan penagihan pajak kepada Negara/Yuridiksi Mitra.

Namun piutang pajak yang ditagih harus berdasarkan keputusan hukum yang sudah inkrah dan berada di luar negeri. “Jadi wajib pajak yang memiliki piutang pajak yang sudah inkrah keputusan hukum dan dia tinggal di luar negeri, maka kita kerja sama dengan negara tempat ia tinggal tersebut untuk membantu menagih,” kata Yon.

Sebaliknya, apabila ketiga belas negara tersebut memiliki wajib pajak yang mangkir dan tinggal di Indonesia, maka Ditjen Pajak bisa membantu menagihnya. “Nah selama ini tidak bisa dieksekusi karena aturan di kita tidak memungkinkan untuk melaksanakan itu,” kata dia.

Yon memberikan contoh, jika terdapat wajib pajak dengan piutang pajak ke Indonesia yang tinggal di Amerika Serikat (AS), Ditjen Pajak bisa meminta bantuan otoritas pajak AS menagih utang tersebut.

“Pajak internasional ini yang pertama asistensi penagihan pajak global ini bagian komitmen Indonesia pemerintah untuk berada setara dengan negara lain,” kata Yon.

4 November 2021 Robertus Ballarminus Leave a comment

Posts navigation

← Previous 1 2 3 … 32 Next →

Pos-pos Terbaru

  • Intip Mekanisme Pembayaran Pajak Karbon
  • Pemerintah akan Berikan Insentif Pajak untuk Industri Tekstil dan Garmen
  • Pemerintah Bakal Genjot Penerimaan Pajak Transaksi Digital, Ini Alasannya
  • Selamat! Orang RI dengan Kategori Ini Bebas Dari Pajak
  • 22 Juta Wajib Pajak Telah Bisa Gunakan NIK Sebagai NPWP

Find Us

Powered by WordPress | theme SG Simple