Liputan6.com, Jakarta Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak Kementerian Keuangan akan konsisten menjalankan Pasal 18 Undang-undang (UU) Pengampunan Pajak atau tax amnesty usai program ini berakhir pada 31 Maret 2017. Ancaman ini tidak main-main karena akan ada sanksi bagi Wajib Pajak (WP) yang tidak ikut tax amnesty.
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Humas Ditjen Pajak, Hestu Yoga Saksama mengungkapkan, periode I program tax amnesty disebutnya sebagai imbauan. Kemudian masuk di periode II adalah mengingatkan WP untuk ikut tax amnesty. Sedangkan di periode III adalah ancaman.
“Kami tidak keberatan kalau di periode III ini dibilang mengancam. Ancamannya sesuai UU Tax Amnesty Pasal 18 buat yang punya harta tapi tidak pernah dilaporkan, tidak pernah bayar pajak, dan ikut tax amnesty saja tidak mau,” tegasnya saat Diskusi Mengintip Ancaman Pasca Tax Amnesty di Hotel Mercure, Jakarta, Rabu (8/3/2017).
Lebih jauh kata dia, akan ada sanksi yang diterapkan bagi WP yang tidak patuh membayar pajak dan tidak memanfaatkan tax amnesty. Ditjen Pajak siap menerjunkan personil hingga dua kali lipat jumlahnya untuk memeriksa harta para WP.
“Jadi kalau belum patuh tidak ikut tax amnesty, ketika diperiksa dan ditemukan harta yang belum dilaporkan dan dibayar pajaknya, harta dianggap penghasilan. Akan dikenakan tarif normal, misalnya 30 persen beserta sanksinya 2 persen,” Hestu Yoga menerangkan.
Pasca program tax amnesty, dijelaskannya, Ditjen Pajak akan membagi WP menjadi dua kelompok. Kelompok pertama, kategori WP yang bisa hidup tenang. Kelompok ini meliputi, masyarakat yang masuk golongan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP). Lalu WP yang sudah patuh membayar pajak dan WP yang sebelumnya belum patuh, tapi sudah ikut tax amnesty.
Sedangkan kelompok kedua, WP yang harus hati-hati. Mereka tidak patuh, punya penghasilan tidak pernah bayar pajak, tidak pernah menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan PPh, dan tidak mau ikut tax amnesty.
“Pasal 18 ini yang akan berjalan secara konsisten. Kita sedang siapkan regulasi berupa Peraturan Pemerintah (PP) untuk menjalankan Pasal ini, termasuk sumber daya manusia (SDM) atau pemeriksanya,” tutur Hestu Yoga.